Gaza kembali mencatat lonjakan kelahiran anak dengan cacat bawaan langka, di tengah hancurnya sistem kesehatan dan krisis pangan serta obat akibat blokade yang telah berlangsung dua tahun. Orang tua dan tenaga medis menghadapi kesulitan luar biasa dalam memberikan perawatan bagi bayi-bayi ini.
Amir Al-Kilani, bayi berusia 7 bulan, lahir dengan berat hanya 900 gram dan kekurangan oksigen. Ia menderita atrofi saraf, keterlambatan pertumbuhan, serta kejang berkepanjangan. Sang ibu menceritakan, sejak usia 4 hingga 6 bulan, ia harus terus-menerus tidur di samping bayi di rumah sakit karena kondisinya yang kritis. “Keadaan sangat sulit, perawatan yang layak hampir mustahil didapatkan,” ujarnya dalam program Suara dari Gaza yang disiarkan Al-Jazeera.
Kasus serupa juga dialami bayi perempuan, Hikmah Naufal, 42 hari, lahir dengan cacat wajah lengkap dan bibir sumbing tingkat tiga. Sang ibu harus memberinya makan melalui selang karena menyusui tidak memungkinkan. “Seharusnya operasi dilakukan sejak tahun pertama, tapi sistem kesehatan hancur dan tidak bisa dilakukan di sini,” ungkapnya.
Tenaga medis menegaskan, angka kelahiran dengan cacat bawaan meningkat drastis dibanding sebelum perang. Cacat jantung langka, deformitas bentuk tubuh, hingga gangguan metabolisme menjadi lebih sering ditemukan. Faktor pemicu termasuk kekurangan gizi, kelangkaan obat, paparan asap dan racun, serta stres psikologis ibu hamil.
Kapasitas rumah sakit pun jauh dari mencukupi. Satu bangsal yang semestinya menampung 30 anak, kini menampung sekitar 140 bayi. Beberapa bahkan harus berbagi tempat tidur atau tidur di lantai lorong. Ketersediaan makanan bergizi dan obat menjadi penentu utama hidup-mati bagi mereka, sementara blokade dan krisis kemanusiaan terus memperburuk penderitaan.
Selama perang, Israel sengaja menarget fasilitas kesehatan di Gaza, menghancurkan 38 rumah sakit, 96 pusat kesehatan, dan 197 ambulans, menurut data kantor media pemerintah Gaza. Akibatnya, banyak anak lahir dengan cacat bawaan langka tidak mendapat perawatan yang layak, dan orang tua hidup dalam kecemasan atas masa depan buah hati mereka.
Sejak 7 Oktober 2023, perang Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 70 ribu warga Palestina dan melukai sekitar 171 ribu lainnya, sebagian besar anak-anak dan perempuan.










