Sabtu ini, Gaza kembali diliputi duka. Sedikitnya 62 warga Palestina gugur syahid sejak fajar akibat serangan udara brutal Israel. Serangan itu bukan hanya menghantam satu titik, melainkan menyapu habis menara hunian, rumah warga, hingga pusat-pusat pengungsian yang seharusnya menjadi tempat perlindungan terakhir.
Sumber medis menyebut, 49 syuhada berasal dari Kota Gaza, sementara tujuh lainnya wafat saat tengah menunggu bantuan kemanusiaan di wilayah tengah dan selatan. Yang lebih memilukan, empat pengungsi tewas di tenda darurat di Stadion Palestina, barat Gaza, sebuah tempat yang mestinya aman, berubah jadi sasaran bom.
Di Khan Younis, serangan drone Israel menyasar tenda pengungsi di wilayah Mawasi. Sedikitnya 18 orang terluka, sebagian besar perempuan dan anak-anak. Di Tel al-Hawa, dekat Rumah Sakit Al-Quds, gedung yang menampung pengungsi juga hancur diserang, memperburuk kondisi warga yang sudah sangat rentan.
Pola Serangan Sistematis
Laporan lapangan menyebut, sejak pagi tentara Israel menggempur menara apartemen, tiga pusat pengungsian, dan lebih dari 20 bangunan lain di Gaza. Serangan juga diarahkan ke kantor kejaksaan, kawasan perumahan, hingga infrastruktur vital. Serangan artileri dan gas asap menambah kepanikan warga di jantung kota.
Tak berhenti di situ, pesawat Israel kembali menebar selebaran di langit kamp pengungsi Al-Shati, memerintahkan penduduk di Rimal, Sheikh Ajlin, Tel al-Hawa, hingga pelabuhan Gaza untuk meninggalkan rumah mereka menuju selatan. Skenario pengusiran paksa ini jelas terbaca: menjadikan warga Gaza pengungsi di tanah mereka sendiri.
Namun kantor media pemerintah di Gaza menegaskan, lebih dari sejuta warga (termasuk 350 ribu anak-anak) menolak skema deportasi massal ini. “Israel melanjutkan kebijakan penghancuran sistematis, genosida, dan pembersihan etnis,” tegas mereka, sambil mendesak dunia bertindak sebelum terlambat.
Krisis Kemanusiaan Memburuk
Situasi Gaza kini berada di ambang runtuh. 86% wilayah kota sudah berada di bawah perintah evakuasi paksa, menurut UNRWA. Organisasi itu mengingatkan bahwa pengosongan besar-besaran ini sama dengan menghapus satu kota dari peta.
UNICEF pun memperingatkan bencana kemanusiaan yang kian dekat. “Lebih dari 450 ribu anak menghadapi dampak paling menghancurkan dari serangan Israel,” ujar Direktur Regional UNICEF, Edward Beigbeder. “Mereka membayar harga tertinggi dari perang yang tak berperikemanusiaan ini.”