Kolonel Hatim Karim Al-Falahi, ahli militer dan strategis, menegaskan bahwa pertempuran yang sedang berlangsung di Jalur Gaza kini berubah menjadi “perang intelijen yang sesungguhnya”. Menurutnya, keberhasilan misi sangat bergantung pada kecerdasan dan informasi intelijen yang akurat.
Dalam analisis militernya, Al-Falahi menjelaskan bahwa pihak pendudukan Israel mengerahkan seluruh kekuatan intelijen mereka, termasuk agen rahasia dan teknologi pengintaian canggih, untuk mengumpulkan informasi serta menjebak kelompok perlawanan. Tujuannya adalah mengungkap dan menghancurkan sasaran penting di dalam Gaza.
Salah satu bentuk operasi intelijen ini adalah upaya Israel menjatuhkan bahan peledak secara udara ke titik-titik tertentu yang diduga akan diambil oleh para agen mereka. Bahan peledak ini kemudian digunakan untuk menyerang kelompok perlawanan.
Namun, Al-Falahi menegaskan bahwa kelompok perlawanan sudah mengantisipasi rencana ini dengan sangat baik. Mereka berhasil menyita bahan peledak tersebut di berbagai lokasi, bahkan memanfaatkan bahan-bahan itu untuk melawan penjajah, bukan sebaliknya.
Keberhasilan ini menunjukkan kekuatan dan kecepatan respon aparat keamanan dan intelijen perlawanan, meskipun risiko yang dihadapi sangat tinggi, karena bahan peledak tersebut sering kali merupakan jebakan mematikan.
Dalam penilaian strategis yang lebih luas, Al-Falahi mengutip pernyataan komandan operasi Israel sebelumnya yang mengakui bahwa “Israel kini terjebak di rawa-rawa Gaza, dan mereka sedang tenggelam dengan mata terbuka.”
Menurutnya, ketahanan kelompok perlawanan selama 603 hari berturut-turut adalah pencapaian bersejarah yang menegaskan keberanian dan kemampuan mereka untuk terus melawan penjajah.
Tekanan Militer dan Serangan Roket Perlawanan
Al-Falahi juga menyoroti tekanan militer Israel yang berusaha menekan dari utara dan selatan, terutama ke arah Khan Younis. Namun, kelompok perlawanan sudah menyiapkan pertahanan kuat yang siap menghadang invasi ini.
Ia menjelaskan operasi taktis yang dilakukan oleh Brigade Al-Qassam pada 27 Mei lalu, yang dikenal sebagai “Kebohongan At-Tatra”. Operasi ini berhasil menjebak pasukan pendudukan yang maju ke wilayah tersebut, kemudian mundur setelah pertempuran jarak dekat.
Operasi ini dibagi dalam beberapa kelompok taktis: penghalang kanan, penghalang kiri, kelompok serang utama, dukungan, dan perlindungan saat mundur. Keberhasilan operasi ini membuktikan bahwa perlawanan masih kuat dan mampu bertahan di daerah-daerah strategis dekat perbatasan.
Kemampuan Roket Tetap Aktif
Dalam hal kemampuan serangan jarak jauh, Al-Falahi menegaskan bahwa kelompok perlawanan masih menguasai kekuatan roket yang signifikan. Serangan roket terbaru dari Khan Younis menuju wilayah perbatasan Gaza menunjukkan kesiapan mereka untuk terus melawan dan menahan agresi militer.
Ia juga menyebut operasi perlawanan bahkan dilakukan dekat daerah zona penyangga, seperti di kawasan Al-Fukhari dekat Khan Younis, yang berada sangat dekat dengan garis depan.
Operasi “Gerobak Gideon” dan Ambisi Israel
Sejak 18 Mei, Israel meluncurkan operasi militer baru bernama “Gerobak Gideon” dengan tujuan merebut seluruh wilayah Gaza secara total. Namun, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang tengah diburu oleh Mahkamah Pidana Internasional atas tuduhan kejahatan perang, menghadapi perlawanan sengit dari kelompok perlawanan Gaza.
Dengan semua dinamika ini, jelas bahwa pertempuran di Gaza bukan sekadar peperangan konvensional, melainkan pertarungan kecerdasan dan ketahanan rakyat yang pantang menyerah.