Operasi perlawanan yang terjadi Kamis(18/9) di Rafah, Jalur Gaza Selatan, menunjukkan, perang tersebut adalah yang paling sulit dan paling kompleks dalam sejarah Israel. Demikian analisis Brigadir Jenderal Elias Hanna, pakar militer yang menyoroti dinamika perang perkotaan di Gaza.

Media Israel sendiri mengonfirmasi, dua tentaranya tewas dan delapan lainnya terluka setelah kendaraan militer jenis Hummer dihantam ledakan di Rafah. Padahal, kawasan itu selama ini dianggap sebagai “zona aman” bagi pasukan pendudukan.

Hanna menegaskan, fakta bahwa serangan bisa menembus jantung wilayah yang diklaim aman menunjukkan adanya “kebutaan taktis” dalam tubuh militer Israel. Kendaraan Hummer yang bergerak tanpa kewaspadaan jelas memperlihatkan bahwa pasukan merasa tak ada ancaman di sana—namun justru itulah titik kelemahan mereka. Ledakan itu bisa jadi dari ranjau lama, atau baru saja ditanam. Yang jelas, perlawanan masih memiliki jalur-jalur rahasia yang tak mampu dideteksi Israel.

Lebih jauh, Hanna menilai, insiden Rafah hanyalah gambaran kecil dari apa yang menanti Israel jika nekat melancarkan invasi penuh ke Kota Gaza. “Mereka akan menghadapi pertempuran di kawasan pemukiman padat yang nyaris mustahil untuk dikuasai,” ujarnya.

Ia menambahkan, strategi perlawanan tidak bergantung pada satu serangan besar, melainkan pada serangkaian operasi yang menumpuk efek jera secara bertahap—dengan tujuan jelas: meningkatkan kerugian manusia di pihak Israel hingga memaksa perubahan keputusan politik di Tel Aviv.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here