Oleh: Ustaz Asep Sobari, Lc (Pendiri Sirah Community Indonesia)

Kecamuk perang Yarmuk yang terjadi pada tahun 15 Hijriah. Perang itu merupakan kunci utama untuk membebaskan Baitul Maqdis di Syam. Peristiwa ini terjadi pada akhir masa kepemimpinan Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq, dan di awal kekhalifahan Umar bin Khattab. Dua sahabat besar itu itu melanjutkan misi besar Rasulullah SAW saat hijrah ke Madinah, yakni menaklukkan Kota Makka dan Baitul Maqdis di Syam. Mereka sudah berada dalam kerangka misi yang sama, sehingga semua strategi yang telah dirancang oleh Nabi Muhammad SAW bisa berjalan lancar.

Pembebasan Baitul Maqdis juga tidak bisa dilepaskan dari peran penting dari kaum muslimin kala itu. Misalnya Amru bin Ash, Abu Ubaidah Al-Jarrah, Yazid bin Abu Sofyan, Syurahbil bin Hasanah, hingga Khalid bin Walid. Mereka semua bergerak atas arahan Rasulullah SAW yang dilanjutkan oleh para khalifahnya.

Adu Strategi

Perang Yarmuk ini disiapkan sebagai peristiwa kunci oleh kedua pihak, yakni kaum muslimin dan Romawi. Peristiwa itu menjadi kunci kekuasaan Romawi di Syam maupun kaum muslimin di Syam. Romawi kala itu menyiapkan 240.000 pasukan. Pasukan tersebut terdiri dari orang Eropa asli dan orang Arab yang pro terhadap Romawi, seperti kabilah Ghassan.

240 ribu pasukan bukan jumlah yang kecil. Angka itu akan lebih besar jika dibandingkan dengan pasukan kaum muslimin yang berjumlah 46 ribu pasukan, 27 ribu di antaranya adalah total pasukan kaum muslimin yang bersama empat front yang dipimpin oleh Amru bin Ash, Abu Ubaidah Al-Jarrah, Yazid bin Abu Sofyan, dan Syurahbil bin Hasanah. 3 ribu berasal dari sisa pasukan Khalid bin Said, kemudian pasukan Khalid bin Walid berjumlah 10 ribu orang, dan ada pula pasukan yang bersama Muawiyah sekitar 6 ribu.

Secara logika, 240 ribu melawan 46 ribu tidak seimbang. Dalam pandangan sebagian orang, Romawi lebih dominan dan begitu leluasa membuat strategi perang. Romawi  diyakini bisa menang melawan kaum muslimin. Terlebih lagi, pasukan mereka terlatih dan berpengalaman di berbagai peperangan, dan 80 ribu di antaranya adalah pasukan berkuda. Jumlah ini saja sudah dua kali lipat dari pasukan kaum muslimin.

Orang bisa saja berfikir bahwa Heraklius dominan dan percaya diri untuk menang. Tapi sebenarnya, fakta di lapangan berbeda. Heraklius dalam perang Yarmuk pesimis menghadapi pasukan kaum muslimin. Ini terlihat saat tersiar kabar pasukan Madinah akan berangkat membebaskan Syam. Dia mengumpulkan semua panglima perang Romawi dalam rapat darurat.

Dalam rapat itu, Heraklius mengusulkan agar membuat perjanjian damai dengan Abu Bakar, dengan imbalan separuh Syam diberikan kepada kaum muslimin. Dengan begitu separuh Syam tetap menjadi milik Romawi, dan seluruh wilayah kekuasaanya akan tetap aman. Ia yakin Romawi akan kalah jika berhadap-hadapan dalam pertempuran, artinya seluruh Syam akan jatuh ke tangan kaum muslimin. Namun, usulan Heraklius itu ditolak oleh para panglima.

Maka mau tidak mau, Heraklius harus membuat strategi menghadapi pasukan yang dikirim Abu Bakar Ash-Shiddiq. Dia mengirim satuan pasukan untuk menghadapi pasukan Amru bin Ash di Palestina, Abu Ubaidah bin Al-Jarrah di Hims, Yazid bin Abu Sofyan di Damaskus, dan Syurahbil bin Hasanah di Bushrah. Dia juga mengirim pasukan ke jalur selatan dari arah Syam menuju Madinah untuk menahan bantuan dari Madinah.

Heraklius ingin memecah pasukan kaum muslimin agar tidak menyatu. Ada dua wilayah kunci bagi Heraklius, yakni Palestina yang paling jauh kemudian dari Hims hingga Busrah. Romawi ingin mengalahkan pasukan Amru bin Ash di Palestina terlebih dahulu, lalu mengalahkan tiga pasukan yang berada di jalur sejajar, yakni dari Hims, Damaskus, hingga Busrah.

Dia akan menyerang pasukan Abu Ubaidah Al-Jarrah di Hims terlebih dahulu, yang berada paling utara. Jika menang, pasukan Romawi akan bergabung dengan pasukan yang disiapkan untuk mengalahkan Yazid bin Abu Sofyan di Damaskus. Setelah itu, kedua pasukan itu bergabung dengan pasukan yang akan menghadapi Syurahbil bin Abu Sofyan di Busrah. Sementara pasukan Amru bin Ash, Heraklius mengirim pasukan tersendiri. Ia menyiapkan 100 ribu pasukan untuk menghadapi 10 ribu pasukan kaum muslimin.

Untuk memuluskan rencana tersebut, Heraklius harus memotong jalur bantuan dari Madinah. Maka arah ke selatan, yakni ke Madinah, juga ditutup. Dia mengirim regu pasukan ke arah selatan.

Rencana Romawi ini diketahui oleh  keempat panglima Islam, yang kemudian memutuskan untuk bersatu. Mereka lantas menjadikan Yarmuk sebagai tempat untuk berkumpul semua pasukan. Pasukan Romawi juga menuju selatan dan berkumpul di Yarmuk. Pergerakan pasukan kaum muslimin ke Yarmuk berhasil lebih cepat dari Pasukan Romawi. Langkah tersebut membuat rencana Heraklius gagal total, dan terpaksa mereka menuju Yarmuk.

Hal itu tentu belum berakhir bagi Heraklius. Dia masih berharap pasukan Romawi mengalahkan Amru bin Ash di Palestina, dan front yang dikirim ke jalur selatan dapat mengamankan jalur tersebut. Harapan paling utama Heraklius adalah pasukan Romawi di Palestina bisa mengalahkan pasukan Amru bin Ash. Jika itu berhasil, dia optimis bisa menang di Yarmuk.

Kedatangan Khalid bin Walid

Heraklius tidak memperhitungkan kedatangan pasukan Khalid bin Walid yang memotong jalur dari Irak. Khalid bergerak dari Irak menuju Bushra. Seperti diketahui, Khalid bin Walid melewati jalur yang tidak biasa kala itu, atau dikenal dengan jalur ‘neraka’, sehingga tidak ada informasi yang bisa diserap oleh Romawi. Kedatangan rombongan itu membuat Heraklius kaget, karena tidak menyiapkan strategi untuk itu.

Rupanya, Khalid bin Walid pun sudah membaca strategi Heraklius, sehingga dia melipir menuju selatan. Di sinilah dia bertempur dengan pasukan Romawi yang mencegat bantuan dari Madinah di selatan. Khalid mampu memenangkan peperangan tersebut.

Saat kalah di jalur selatan, Romawi mulai ketar-ketir. Ini karena jalur selatan terbuka dan kedatangan Khalid bin Walid juga menjadi syok mental bagi pasukan Romawi. Terlebih lagi, Heraklius mengetahui sepak terjang Khalid bin Walid dalam dunia peperangan, sehingga itu membangunkan dia dari mimpi mempertahankan Syam dari kaum muslimin.

Maka harapan terakhir Heraklius kala itu adalah pasukan Romawi mengalahkan kaum muslimin di Palestina. Namun, Amru bin Ash bukan tipe pemimpin yang mudah menyerah. Ia telah memperhitungkan hal itu dan menyiapkan strategi untuk menahan pasukan Romawi. Sejak awal dia sudah menjaga jarak dengan pasukan Romawi, sehingga tidak mudah untuk diserang.

Sementara Khalid bin Walid ketika sampai ke Busrah, dia paham bahwa yang paling penting adalah mengalahkan pasukan Romawi yang ada di Palestina. Maka Khalid bin Walid alih-alih berkumpul dengan pasukan yang lebih dekat, dari Busrah dia langsung menuju Palestina. Dia membaca dengan baik strategi yang diterapkan oleh Heraklius.

Maka terjadilah pertempuran Aj-Nadin. Peperangan ini merupakan kunci awal kemanangan kaum muslimin dalam perang Yarmuk, karena itu membuyarkan strategi yang dibuat oleh Heraklius.

Ketika kaum muslimin menang dalam perang Aj-Nadin, Heraklius tidak lagi memiliki strategi jitu untuk mengadapi pasukan yang dikirim Abu Bakar Ash-Shiddiq. Maka mau tidak mau, dia harus menghadapi kaum muslimin di Yarmuk.

Sesuai perkiraan Heraklius, ia tidak mampu melawan pasukan kaum muslimin sejak awal. Maka satu-satunya cara untuk menutupi kekalahan itu adalah mengumpulkan semua kekuatan yang dimiliki Romawi menuju Yarmuk.

Sumber: Youtube AQL Network Baitul Maqdis

Editor: Moe

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here