Oleh: Ustaz Asep Sobari, Lc (Pendiri Sirah Community Indonesia)

Kaisar Romawi, Heraklius, bukan kaisar biasa. Ia ahli strategi perang. Saat mengetahui kaum muslimin hendak menyerang Syam untuk membebaskan Baitul Maqdis, dia membuat strategi untuk mengalahkan empat pasukan yang dikirim Abu Bakar Ash-Shiddiq.

Heraklius mengerahkan 100 ribu pasukan menuju Palestina untuk menghadapi Amru bin Ash. Dia juga mengirim tiga pasukan untuk melawan pasukan Abu Ubaidah Al-Jarrah di Hims, Yazid bin Abu Sofyan di Damaskus, dan Syurahbil bin Hasanah di Busrah. Kemudian, dia menempatkan satu bataliyon di jalur selatan dari arah Syam ke Madinah, untuk memmotong jalur bantuan kaum muslimin.

Heraklius menerapkan strategi itu untuk mengalahkan pasukan kaum muslimin yang dikirim Abu Bakar Ash-Shiddiq ke Syam, untuk membebaskan Baitul Maqdis. Namun rupanya dia kalah cerdik. Kedatangan Khalid bin Walid dari Irak sama sekali tidak masuk dalam nalar strategi Heraklius.

Saat menerima surat dari Abu Bakar Ash-Shiddiq, kecerdasan strategi Khalid bin Walid sudah terlihat. Ia tidak melewati jalur umum Irak-Syam kala itu, sehingga Romawi tidak bisa mendapatkan informasi sedikit pun tentang kedatangan 10 ribu pasukan Khalid bin Walid.

Saat tiba di Syam, Khalid langsung menuju ke jalur selatan menghadapi pasukan Romawi yang ada di sana. Ia ingin mengamankan jalur tersebut agar bantuan dari Madinah bisa masuk tanpa hambatan. Setelah beres, ia langsung menuju Palestina membantu Amru bin Ash. Sebab saat itu, harapan terbesar Romawi mempertahankan Syam adalah mengalahkan pasukan Amru bin Ash di Palestina.

Meletuslah Perang Aj-Nadin. Peperangan ini merupakan kunci awal kemanangan kaum muslimin dalam perang Yarmuk, karena itu membuyarkan strategi yang dibuat oleh Heraklius. Kaisar yang pernah mengalahkan Persia itu tidak lagi memiliki strategi jitu untuk mengadapi pasukan muslim. Maka mau tidak mau, dia harus menghadapi kaum muslimin di Yarmuk.

Kemenangan buah dari keimanan dan ikhtiar tinggi. Iman tidak bisa tegak tanpa disertai pengetahuan, pengalaman, serta kecerdasan strategi perang. Gabungan antara spiritual dan kecerdasan strategi bisa dilihat dari sosok Khalid bin Walid. Pria berjuluk ‘Saifullah’ itu mampu membaca dengan baik semua strategi Heraklius untuk menahan pasukan kaum muslimin di Syam.

Dalam sebuah sebuah riwayat disebutkan panglima perang Romawi di Palestina berencana mengirim intel ke tengah pasukan kaum muslimin. Dia ingin mengetahui kekuatan pasukan yang akan dihadapi.

Dia lalu mengirim penyusup yang berkebangsaan Arab, untuk memudahkan operasi senyap tersebut. “Menyusuplah ke tengah pasukan musuh, dan tinggallah bersama mereka selama sehari semalam untuk menyerap informasi, lalu laporkan kepadaku.” Kata panglima Romawi.

Sang penyusup lalu masuk ke tengah kaum muslimin dan tinggal selama satu satu malam. Dia lalu kembali dan melaporkan informasi yang telah dia dapat. “Pasukan kita itu, di malam hari itu mereka ibarat pendeta yang khusyu di hadapan Tuhannya, tapi kalau siang hari mereka selayaknya kesatria. Seandainya ada yang mencuri, dan yang mencuri itu adalah anak raja mereka, pasti akan dipotong tangannya. Jika anak raja mereka itu berzina, maka pasti dirajam. Itu karena mereka semua sepakat harus menegakkan kebenaran.” Kata dia.

“Jika laporannmu itu benar dan kesimpulanmu itu tepat, maka bagiku dikubur itu lebih baik.” Jawabnya. Dia membandingkan solidaritas pasukan kaum muslimin dengan solidaritas pasukan Romawi. Itu menandakan tidak ada satupun faktor yang bisa menggoyahkan kekuatan pasukan kaum muslimin.

Diskusi Khalid bin Walid Sebelum Perang Yarmuk

Setelah memenangkan perang Ajnadin, Khalid bin Walid mengajak empat pemimpin pasukan kaum muslimin untuk mendiskusikan cara memenangkan Perang Yarmuk. Di hadapan para pemimpin pasukan yang ditunjuk Abu bakar; Amru bin Ash, Abu Ubaidah Al-Jarrah, Yazid bin Abu Sofyan, hingga Syurahbil bin Hasanah, Khalid menyampaikan strategi yang hendak dia terapkan.

Dalam pandangan Khalid, perang Yarmuk merupakan peristiwa yang sangat menentukan masa depan Islam. Maka mau tak mau, peperangan itu harus dimenangkan. Tentu kemenangan tak semudah membolak balikan tangan. Diperlukan strategi cerdas. Terlebih lagi pasukan Romawi kala itu mencapai 240 ribu orang, sementara pasukan muslim hanya 46 orang.

Dalam diskusi itu, Khalid menyampaikan bahwa pasukan muslim tidak bisa mengalahkan Romawi jika masih memiliki empat otoritas kepemimpinan, sebagaimana strategi awal Abu Bakar Ash-Shiddiq. Maka solusinya adalah menyatukan semua pasukan kemudian mengangkat pemimpin umum. Jabatan itu digilir. Dalam artian, keempat panglima yang ditunjuk Abu Bakar akan bergantian menjadi pemimpin umum.

Khalid menyebut, pergantian pemimpin umum dilakukan tiap satu hari. Misalnya, hari ini dipimpin Khalid untuk melawan Romawi. Kemudian keesokan harinya, pemimpin umum dipegang oleh Abu Ubaidah Al-Jarrah. Begitu seterusnya.

“Ini adalah perang menentukan. Kita tidak boleh berbangga diri, berjihadlah dengan ikhlas, dan jadikan Allah sebagai tujuan akhir dari amal kita, karena peristiwa ini akan menentukan apa yang akan terjadi setelahnya. Jangan kita hadapi lawan dengan berpencar, jangan terkotak-kotak karena perbedaan kepemimpinan. Seandainya Abu Bakar tau, tidak mungkin dia mengizinkan kita berada dalam posisi ini, maka kita harus merubah mau tidak mau, karena fakta di lapangan.” Kata Khalid bin Walid.

“Kenapa Abu Bakar membagi kita empat pasukan? Karena dalam pandangan Abu Bakar, peperangan tidak segenting ini. Seandainya Abu Bakar melihat kondisi, maka pasti dia akan menyatukan kita semua. Kalau kita kalah, masalah besar akan menimpa kaum muslimin, dan memudahkan kaum musyrik untuk mengalahkan kita. Kita harus menyatukan kepemimpinan dalam satu orang, dengan menyatukan kepemimpinan dalam satu orang, bukan berarti mengurangi bobot dan nilai kepemimpinan masing-masing di mata Allah SWT.”

“Mereka (Romawi) sudah siap, maka kita harus lebih siap. Hari ini akan sangat menentukan setelahnya, jika kita mampu memukul mundur mereka sampai terjatuh ke jurang, maka kita akan sanggup memukul mundur mereka sampai kapan pun. Tapi jika mereka sanggup mengalahkan kita hari ini, maka kita tidak akan pernah menang lagi setelah ini. Maka solusinya, kita gantian (memimpin). Satu hari salah satu dari kita menjadi pemimpin umum, dan besok digantikan dengan yang lain, sehingga masing-masing merasakan jai pemimpin. Untuk hari ini, aku duluan”:

Keputusan Khalid itu ternyata disetujui oleh semua panglima. Khalid sudah menyiapkan straetgi saat ia memimpin. Sehingga, tidak sempat ada pergantian kepemimpinan, karena dalam satu hari kaum muslimin sudah mampu mengalahkan pasukan Romawi.

Memahami Isu pencopotan Khalid bin Walid dari pemimpin umum

Dari sini pula isu Umar bin Khattab mencopot Khalid bin Walid bisa dipahami dengan baik. Sampai saat itu, kejadian di Yarmuk, tidak ada pemimpin umum yang resmi dari madinah. Ini adalah masalah lapangan. Keputusan Umar itu bukan masalah lapangan di Yarmuk. Umar tidak pernah mencopot Khalid sebagai pemimpin umum dan menggantikannya dengan Abu Ubaidah bin Al-Jarrah.

Abu Ubdaidah tidak pernah menggantikan Khalid. Abu Ubaidah sama posisinya seperti khalid sebagai bagian dari pemimpin. Khalid dicopot dari statusnya sebagai pemimpin pasukannya. Kemudian pasukan Khalid digabung dengan pasukan Abu Ubaidah bin Al-Jarrah.

Sumber: Youtube AQL Network Baitul Maqdis

Editor: Moe

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here