Para analis menilai video terbaru yang dirilis oleh Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas, berisi kesaksian tawanan Israel berdarah Amerika, Idan Alexander, muncul di saat yang sangat sensitif dan kian memperdalam perpecahan politik di dalam negeri Israel. Video itu dinilai memperbesar tekanan publik terhadap pemerintah Benjamin Netanyahu yang dituduh menghambat upaya pembebasan tawanan dan memperpanjang perang di Gaza.

Dalam video yang dirilis Sabtu (12/4), Alexander menyalahkan Netanyahu karena membiarkannya ditawan dan menggagalkan kesepakatan pertukaran tawanan. Ia juga menyindir mantan Presiden AS Donald Trump dengan bertanya, “Mengapa Anda tertipu oleh kebohongan Netanyahu?”

Analis politik Ahmed Al-Hila menyebut video tersebut dirilis saat gelombang protes meluas di kota-kota Israel dan menjelang negosiasi baru di Kairo antara Hamas dan mediator Mesir. Ia menilai publik Israel kini tidak hanya menyalahkan Netanyahu, tetapi juga mulai menolak kelanjutan perang. Bahkan muncul petisi dari perwira dan prajurit Angkatan Udara Israel yang menolak operasi militer lebih lanjut di Gaza.

Al-Hila menambahkan bahwa Amerika sebelumnya telah mencantumkan nama Alexander di daftar prioritas pembebasan. Video ini disebut dapat menekan Gedung Putih untuk kembali menghidupkan proses negosiasi. Hamas sebelumnya menyatakan siap membebaskan Alexander bersama jenazah empat tawanan lainnya sebagai bagian dari usulan AS yang akhirnya ditolak Israel.

Menurut Al-Hila, pemerintah AS sebenarnya terlibat langsung dalam merancang kesepakatan pertukaran, termasuk utusan Timur Tengah Steven Weichart dan mantan utusan khusus urusan sandera Adam Boehler. Namun Netanyahu dianggap membatalkan kesepakatan atas desakan pendukung Israel di Kongres dan Gedung Putih.

Sementara itu, analis urusan Israel, Ihab Jabarin, menilai video semacam ini mempermalukan pemerintah Israel dan Amerika. Ia menyebut tekanan publik dan media kini semakin kuat, menuding pemerintah bertanggung jawab atas mandeknya proses pembebasan para tawanan.

Jabarin menambahkan bahwa video seperti ini memperburuk kelelahan psikologis di dalam negeri Israel dan memperparah perpecahan di kalangan rakyat, militer, dan lembaga keamanan karena perang yang tak kunjung usai dan tanpa tujuan yang jelas.

Mantan pejabat Departemen Luar Negeri AS, Thomas Warrick, menilai video Hamas dapat menambah kemarahan publik di Israel dan AS. Ia menyebut Trump memberi Netanyahu kebebasan penuh dalam menjalankan operasi militer di Gaza, tidak seperti pemerintahan sebelumnya yang berusaha memberi batas. Meski begitu, ia pesimistis video tersebut akan mengubah sikap pemerintahan Trump terhadap konflik ini.

Perlu diketahui, tahap pertama gencatan senjata dan pertukaran tawanan yang dimulai awal Maret lalu dan berlangsung 42 hari telah berakhir. Namun Israel menolak melanjutkan ke tahap kedua dan kembali menggempur Gaza.

Sumber: Al Jazeera

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here