Kelompok ekstremis “Haikal” mengajak para pendukung dan pemukim untuk melakukan penyerbuan masif ke Masjid Al-Aqsha selama perayaan “Sukkot” Yahudi, yang dimulai pada 6 Oktober mendatang dan berlangsung selama satu pekan penuh. Mereka bahkan menyediakan transportasi gratis bagi anak-anak, bertujuan meningkatkan jumlah para penjajah dari segala usia.
Serangan serupa telah terjadi sebelumnya, antara 22–24 September, dengan dalih merayakan Tahun Baru Yahudi. Selama penyerbuan itu, para pemukim melakukan ritual terkait yang mereka sebut “Haikal”, termasuk meniup sangkakala di halaman masjid, dengan pengawalan militer Israel yang ketat. Tujuannya jelas: menancapkan praktik Talmud di halaman Al-Aqsha dan menegaskan kontrol pendudukan atas situs suci ini.
Data menunjukkan bahwa 58.310 pemukim menembus Al-Aqsha pada “tahun Yahudi” sebelumnya, meningkat 14% dibandingkan 51.223 pada tahun sebelumnya. Setiap tahun, kelompok ini berusaha memecahkan rekor penyerbuan, didukung penuh oleh pemerintah Israel yang ekstrem. Strategi ini bertujuan mengukuhkan fakta-fakta judaisasi baru di kompleks Al-Aqsha, yang menimbulkan ancaman serius bagi identitas dan hak-hak warga Palestina.
Di tengah ancaman ini, warga Al-Quds dan wilayah Palestina yang diduduki mendapat seruan untuk membanjiri Al-Aqsha, menunaikan shalat, dan melakukan ikhtiar perlawanan rakyat (“ribat”) di halaman masjid. Tujuan tindakan ini jelas: menghadang rencana pendudukan, menolak isolasi masjid, dan menegaskan bahwa Al-Aqsha adalah garis merah yang tidak boleh dilanggar.
Seruan untuk hadir secara massal, menjaga masjid, dan menegakkan kehadiran rakyat di saat kritis ini bukan hanya simbolik. Ini adalah pernyataan tegas bahwa warga Palestina menolak semua upaya pendudukan dan upaya penodaan atas situs suci mereka, sekaligus menegaskan bahwa setiap eskalasi Israel akan dihadapi dengan keteguhan dan solidaritas rakyat.