Di tengah agresi brutal Israel yang terus mengguncang Gaza, semakin jelas muncul rencana jahat yang mengancam kesatuan geografi Palestina dan membuka pintu lebar bagi proyek pengusiran massal.

Media Israel mengungkap rencana pembangunan apa yang disebut Tel Aviv sebagai “kota kemanusiaan” di atas reruntuhan Rafah, selatan Jalur Gaza. Proyek ini merupakan bagian dari skema Israel untuk memaksa warga Palestina meninggalkan tanah air mereka.

Menurut laporan resmi Israel Broadcasting Authority, “kota” tersebut akan dibangun di antara Koridor Philadelphi dan Morag di selatan Gaza, dengan dalih “memisahkan warga sipil dari pejuang perlawanan”.

Rencana ini memicu kemarahan luas di media sosial. Para warganet Palestina dan Arab menilai Koridor Morag bukan sekadar jalur militer sementara, melainkan proyek sistematis untuk memisahkan Rafah dari seluruh Gaza, demi memuluskan apa yang mereka sebut sebagai “rencana evakuasi sukarela”, yang sejatinya adalah pemaksaan.

Banyak yang menegaskan, tujuan sebenarnya adalah menciptakan tekanan psikologis dan ekonomi ekstrem, hingga rakyat Gaza terpaksa “memilih” pergi demi keselamatan, seolah-olah secara sukarela.

Jika rencana ini berhasil, kata para pengamat, itu bukan sekadar tindakan sementara, melainkan langkah strategis berbahaya yang akan menancapkan paku terakhir dalam hak rakyat Palestina untuk tinggal di tanah mereka.

Sejumlah aktivis menegaskan, proyek ini adalah bagian dari skema besar untuk menggambar ulang peta Gaza (baik secara demografis maupun keamanan) dengan selubung “humanitarian” yang palsu dan penuh tipuan.

Menurut mereka, semua ini bukanlah proyek kemanusiaan, melainkan “nakbah baru” yang diatur dengan gaya korporasi, bahasa rekonstruksi, dan jargon kosong untuk menipu opini dunia sambil memuluskan jalannya pengusiran.

Para aktivis menambahkan, Israel berniat membangun kawasan “aman” semu dengan layanan dasar terbatas, agar penduduk berpindah perlahan-lahan sebelum akhirnya diusir secara paksa keluar Gaza.

Lebih dari sekadar merampas tanah, skenario ini juga berupaya membentuk entitas-entitas keamanan lokal di bawah kendali Israel, yang bertugas mengendalikan penduduk dan menekan perlawanan di masa depan.

Sejumlah netizen juga menyoroti aktivitas intens pasukan teknik Israel di sekitar Koridor Morag, yang menunjukkan proyek ini berjalan secara sistematis dan diam-diam, di tengah diamnya dunia internasional serta minimnya perhatian kawasan.

Seorang aktivis menulis, “Rencana ini adalah cara halus untuk mengisolasi Rafah total. Menurut saya, Israel harus mundur dari koridor ini agar gencatan senjata bisa benar-benar dimulai.”

Aktivis lain menegaskan, “Koridor Morag hanyalah tipuan kejam. Tujuannya jelas: mendorong rakyat Gaza ke pengungsian, menciptakan ‘zona aman’ palsu di bawah kontrol pendudukan. Jika tidak dihentikan sekarang, besok akan jadi kenyataan yang dipaksakan.”

Banyak warganet juga mengaitkan rencana ini dengan ancaman Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant yang menyebut kemungkinan “menempatkan warga Gaza di kamp penahanan” setelah masa gencatan senjata 60 hari. Menurut mereka, ini bukan sekadar retorika, melainkan bagian integral dari agenda awal perang.

Belum lama ini, Gallant juga mengungkap rencana pembangunan empat pusat distribusi bantuan tambahan di selatan Koridor Morag, serta kawasan “sipil” besar yang akan menampung ratusan ribu warga Gaza yang diusir secara paksa.

Para warganet sepakat: rencana di Koridor Morag adalah upaya sistematis untuk menciptakan realitas politik dan keamanan paralel di Gaza. Kesadaran masyarakat dan kemampuan membaca bahaya sejak dini menjadi benteng terakhir untuk menggagalkan proyek pengusiran massal ini.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here