Spirit of Aqsa- Kamp Pengungsi Jenin, di Tepi Barat bagian utara, kembali menjadi sorotan setelah tentara Israel melancarkan serangan militer besar-besaran. Dalam operasi ini, Israel menggunakan drone, helikopter Apache, dan kendaraan militer, yang hingga kini telah menyebabkan 10 warga Palestina syahid dan melukai puluhan lainnya.

Operasi ini dilakukan di tengah perkembangan signifikan, termasuk dimulainya kesepakatan pertukaran tahanan dan gencatan senjata di Gaza, serta pelantikan Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat.

Menurut Dr. Mustafa Barghouti, Sekretaris Jenderal Inisiatif Nasional Palestina, serangan Israel di Jenin bertujuan untuk menutupi kegagalannya di Gaza dan memanfaatkan kedatangan Trump untuk melaksanakan proyek strategis mereka: Yahudisasi dan aneksasi Tepi Barat, sebagaimana tercantum dalam “Kesepakatan Abad Ini” yang diinisiasi Trump selama masa kepresidenannya.

Barghouti menegaskan bahwa Israel tidak akan berhasil menghancurkan perlawanan Palestina di Tepi Barat, sebagaimana mereka gagal melakukannya di Gaza. Ia juga menyebutkan bahwa tujuan strategis serangan ini adalah menciptakan teror untuk mendorong warga Palestina keluar dari wilayah mereka, serta mencoba menghapuskan isu Palestina sepenuhnya.

Ia menekankan bahwa serangan ini bukan hanya menargetkan pejuang, tetapi seluruh rakyat Palestina, dan menunjukkan bahwa upaya Israel untuk melakukan genosida di Gaza tidak berhubungan langsung dengan perlawanan, melainkan merupakan kelanjutan dari pembersihan etnis yang telah dimulai sejak 1948.

Di sisi lain, Dr. Hassan Mneimneh, analis politik di Institut Timur Tengah, Washington, menyatakan bahwa pendekatan pemerintahan Trump sangat mendukung Israel, termasuk mendukung aneksasi Tepi Barat. Trump bahkan mencabut sanksi simbolis terhadap pemukim Israel yang sebelumnya diberlakukan oleh Joe Biden.

Mneimneh menyoroti bahwa dalam pembicaraan Trump tentang Gaza, ia lebih fokus pada tahanan Israel dan mengabaikan penderitaan warga Palestina. Ia menyimpulkan bahwa pertimbangan kemanusiaan terhadap Palestina kini semakin tidak relevan dalam kebijakan Amerika.

Penulis spesialis isu Israel, Ihab Jabarin, menyoroti kecenderungan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang semakin condong ke sayap kanan ekstrem setiap kali menghadapi kekalahan. Menurut Jabarin, Netanyahu membesar-besarkan isu Gaza untuk mendapatkan dukungan Amerika, tetapi Trump menolak memberikannya sepenuhnya.

Dengan dukungan Amerika Serikat, Israel sejak 7 Oktober 2023 telah melakukan genosida di Gaza, menewaskan lebih dari 157 ribu orang, termasuk mayoritas anak-anak dan perempuan. Selain itu, lebih dari 11 ribu orang dilaporkan hilang di tengah kehancuran masif dan krisis kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Sumber: Al Jazeera

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here