Kolonel Hatem Karim Al-Falahi, seorang ahli militer dan strategi, menyatakan bahwa kerugian yang dialami Brigade Nahal Israel baru-baru ini di Beit Hanoun, Gaza Utara, mengungkapkan adanya perkembangan signifikan dalam taktik perlawanan Palestina.
Pada Sabtu (11/1/2025), militer Israel mengakui tewasnya empat prajurit dari Brigade Nahal serta cedera parah yang dialami seorang perwira dan seorang tentara akibat ledakan bom besar di Beit Hanoun. Sementara itu, media pendukung pemukim Israel melaporkan bahwa tujuh tentara tewas dalam peristiwa tersebut, dengan sekitar 30 lainnya terluka, termasuk 11 orang dalam kondisi kritis.
Kemampuan Adaptasi Perlawanan
Dalam analisisnya tentang situasi militer di Gaza, Al-Falahi menjelaskan bahwa operasi baru-baru ini menunjukkan kemampuan perlawanan untuk beradaptasi dengan kondisi perang, meskipun konflik telah berlangsung lebih dari 100 hari.
Ia menambahkan bahwa serangan yang menewaskan empat prajurit Brigade Nahal direncanakan dengan sangat matang. Perlawanan menggunakan terowongan yang tidak terdeteksi oleh militer Israel, memungkinkan mereka menyelinap secara presisi untuk menyerang pasukan Israel di area yang disebut sebagai “pengawasan operasional penuh.”
Al-Falahi juga menyoroti bahwa kontak senjata langsung selama operasi tersebut, serta evakuasi korban di bawah tembakan, mencerminkan perencanaan yang cermat dan informasi intelijen yang akurat.
Perubahan Taktik Tempur IsraelOperasi ini, yang memaksa militer Israel mengubah strategi tempurnya di Beit Hanoun, merupakan bagian dari rangkaian serangan signifikan yang menargetkan brigade elite Israel.
Harian Maariv melaporkan bahwa militer Israel terpaksa mengganti taktiknya setelah insiden tersebut, yang dianggap sebagai salah satu pukulan terberat bagi Brigade Nahal.
Al-Falahi menjelaskan bahwa Brigade Nahal, yang terdiri dari batalion elite 931, 932, dan 934, menderita kerugian besar di Gaza. Akibatnya, brigade tersebut digantikan oleh unit lain untuk mengurangi tekanan, namun penggantinya juga menghadapi perlawanan sengit yang menyebabkan kerugian besar.
Ia menambahkan bahwa kerugian ini mencerminkan kelelahan yang dialami militer Israel akibat operasi yang berlarut-larut. Kurangnya pelatihan yang memadai untuk menghadapi perang gerilya di lingkungan geografis yang kompleks membuat pasukan Israel rentan terhadap serangan, jebakan, dan bom rakitan.
Efektivitas PerlawananMenurut Al-Falahi, upaya militer Israel untuk mengandalkan pertempuran malam hari tidak akan efektif, karena kegagalan mereka di siang hari menunjukkan tantangan yang lebih besar pada malam hari.
Ia menekankan bahwa perlawanan telah berhasil melemahkan militer Israel secara signifikan dengan memanfaatkan medan yang sulit dan taktik inovatif yang meningkatkan kerugian di pihak lawan.
Sejak awal agresi Israel di Gaza pada 7 Oktober 2023, militer Israel telah mengakui tewasnya 835 perwira dan tentara, selain ribuan lainnya yang terluka atau mengalami cacat fisik dan mental akibat perang.
Sumber: Al Jazeera