Harian Maariv Israel melaporkan pada Minggu (12/1/2025) bahwa militer Israel mulai mengubah strategi tempurnya di Beit Hanoun, Gaza Utara, setelah mengalami kerugian besar pada Sabtu (11/1/2025) dalam pertempuran di wilayah tersebut.

Pada Sabtu malam, militer Israel mengonfirmasi tewasnya empat prajurit, termasuk seorang perwira cadangan dari Batalion 79 Brigade Lapis Baja “Hammatz.” Tiga korban lainnya berasal dari Brigade Elite “Nahal.” Selain itu, enam tentara lainnya terluka, dua di antaranya dalam kondisi kritis, akibat ledakan bom rakitan di Beit Hanoun, menurut laporan Maariv.

Sementara itu, lembaga penyiaran Israel melaporkan delapan tentara terluka—tiga di antaranya dalam kondisi serius—akibat ledakan bom rakitan di sebuah gedung di Jabalia, Gaza Utara, pada Jumat (10/1/2025). Para prajurit yang terluka berasal dari Brigade Givati, namun insiden tersebut dirahasiakan oleh militer Israel.

Menurut laporan tersebut, insiden di Beit Hanoun memaksa militer Israel untuk melakukan investigasi cepat dan mengubah pola operasi serta pergerakan pasukan di wilayah konflik.

Target IsraelMiliter Israel mengklaim bahwa tujuan mereka adalah menghancurkan sisa-sisa kekuatan Brigade Hamas di Gaza Utara. Maariv menyebutkan bahwa para pejuang Hamas “tidak memiliki tempat untuk melarikan diri, sehingga mereka bertempur habis-habisan melawan pasukan Israel.” Operasi darat di Beit Hanoun dianggap penting untuk “memulihkan keamanan” bagi pemukiman Israel di perbatasan Gaza dan kota Sderot.

Sejak operasi darat dimulai lebih dari dua minggu lalu, 11 tentara Israel tewas dan sekitar 20 lainnya terluka. Militer Israel menemukan bahwa Hamas telah mempersiapkan serangan dengan memasang ratusan hingga ribuan kamera pengintai untuk memantau pergerakan pasukan, menanam bom di rumah-rumah dan jalan, serta menyiapkan tempat perlindungan untuk meluncurkan roket anti-tank dan menembak para prajurit.

Perubahan StrategiSebagai tanggapan atas insiden terbaru, militer Israel memutuskan untuk mengadopsi langkah-langkah baru, termasuk meningkatkan intensitas serangan sebelum pasukan darat bergerak, membuka jalur menggunakan drone, dan mendeteksi bom menggunakan teknologi termal. Mereka juga berencana mengubah pola pergerakan pasukan dan memanfaatkan operasi malam hari untuk memperoleh keunggulan.

Pada 28 Desember 2024, Brigade Nahal yang sebelumnya beroperasi di Rafah, Gaza Selatan, dipindahkan ke Beit Hanoun untuk memperkuat operasi di sana. Militer Israel memperkirakan bahwa pertempuran di Beit Hanoun akan berlangsung selama beberapa pekan hingga Brigade Hamas yang beroperasi di atas dan bawah tanah berhasil dihancurkan.

Kerugian Besar

Sejak invasi militer Israel ke Gaza Utara pada 5 Oktober 2024, sebanyak 50 tentara Israel tewas dan puluhan lainnya terluka, menurut saluran televisi Israel Channel 13.Di sisi lain, sejak 7 Oktober 2023, Israel—dengan dukungan Amerika Serikat—telah melakukan genosida di Gaza yang menewaskan lebih dari 156.000 orang, sebagian besar anak-anak dan wanita. Sebanyak 11.000 orang masih dinyatakan hilang, sementara kelaparan dan kehancuran besar-besaran menambah daftar panjang tragedi kemanusiaan ini.

Meski demikian, Israel terus melanjutkan serangannya, mengabaikan dua surat perintah penangkapan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Kriminal Internasional pada 21 November 2024 terhadap Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

Sumber: Al Jazeera + Anadolu Agency

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here