Pemerintah Gaza mengumumkan jumlah korban jiwa akibat serangan Israel terhadap warga yang mengantre bantuan telah menembus angka 516 syahid dalam waktu kurang dari sebulan. Selain itu, 3.799 terluka akibat kebrutalan teroris ISrael.
Terbaru, 9 warga kembali syahid Rabu dini hari (25/6) setelah pasukan Israel menyerang kerumunan di sekitar area Netzarim, Jalur Gaza tengah.
Sebelumnya, Selasa (24/6), kantor media pemerintah menyebut total korban yang jatuh di titik distribusi “bantuan Israel-Amerika” mencapai 516 syahid dan 3.799 luka-luka sejak mekanisme distribusi itu diberlakukan pada 27 Mei lalu.
Semua korban adalah warga sipil kelaparan yang dibunuh saat mencoba mendapat makanan. Aktivis dan warga setempat membagikan video dan foto memilukan dari lapangan, termasuk pemandangan tumpukan jenazah di halaman Rumah Sakit Nasser, Khan Younis, sisa dari pembantaian berdarah di titik distribusi bantuan di barat Rafah, Gaza selatan.
Hamas mengecam keras skema bantuan tersebut dan menyebutnya sebagai bentuk baru dari kejahatan perang Israel yang kini menggunakan bantuan kemanusiaan sebagai alat “mengatur kelaparan dan penghinaan.”
“Apa yang disebut titik distribusi bantuan itu sejatinya adalah perangkap maut yang dirancang, bagian dari kebijakan genosida sistematis yang dilakukan Israel di bawah perlindungan internasional dan diamnya dunia,” tegas Hamas dalam pernyataan resminya.
Hamas juga mendesak intervensi segera dari komunitas internasional dan PBB untuk menghentikan pembantaian ini serta mengganti sistem distribusi saat ini dengan mekanisme yang aman, transparan, dan dikendalikan PBB.
Sejak 27 Mei, Israel secara sepihak menjalankan skema distribusi terbatas melalui entitas yang mereka sebut “Lembaga Kemanusiaan Gaza”, lembaga yang mendapat dukungan penuh dari AS namun ditolak mentah-mentah oleh PBB dan lembaga-lembaga kemanusiaan internasional.
Adapun sejak 7 Oktober 2023, Israel dengan dukungan penuh dari Amerika Serikat melancarkan perang genosida di Gaza. Jumlah korban telah menembus 188.000 warga Palestina gugur dan terluka, sebagian besar adalah anak-anak dan perempuan, lebih dari 11.000 orang masih hilang, serta ratusan ribu lainnya mengungsi dan mengalami kelaparan ekstrem. Kehancuran masif masih berlangsung, sementara dunia terus membisu.