Presiden Palestina Mahmoud Abbas pada Kamis (26/9) menyerukan penangguhan keanggotaan Israel dari Majelis Umum PBB.
“Saya menyerukan penangguhan keanggotaan Israel di Majelis Umum hingga Israel memenuhi kewajiban serta syarat-syarat penerimaan keanggotaannya, dan melaksanakan semua resolusi PBB serta badan-badannya,” kata Abbas dalam pidatonya di Majelis Umum PBB di New York.
Israel telah lama melanggar banyak resolusi PBB terkait isu Palestina, termasuk pendudukan di Tepi Barat, perluasan permukiman, dan mengabaikan seruan untuk menghentikan operasi militer di Gaza, di mana Israel telah menewaskan lebih dari 41.000 orang sejak Oktober tahun lalu.
Terkait hal ini, Abbas menyatakan bahwa Palestina akan secara resmi mengajukan permintaan tersebut kepada presiden Majelis Umum.
Dia juga menegaskan bahwa Israel, “yang menolak melaksanakan resolusi-resolusi PBB dan bahkan menyerukan agar gedung PBB dipindahkan, tidak layak menjadi anggota organisasi internasional ini.”
Abbas menegaskan bahwa “Palestina harus mengambil alih tanggung jawabnya di Jalur Gaza untuk menjalankan yurisdiksi penuh, termasuk pengelolaan perbatasan, sebagai bagian dari rencana menyeluruh.”
Dia juga mengungkapkan penyesalan atas tindakan pemerintahan AS yang “memveto tiga resolusi Dewan Keamanan yang menyerukan Israel untuk menyetujui gencatan senjata, serta di atas itu, mereka justru memberikan senjata mematikan kepada Israel.”
Mengutuk seruan Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir untuk membangun sinagoga di dalam Masjid Al-Aqsa, Abbas mengatakan bahwa pernyataan tersebut bertujuan “menyulut perang agama yang akan menghancurkan segalanya.”
“Menteri yang gegabah ini dan orang-orang sejenisnya harus dikutuk dan dihentikan,” tegasnya.
Pemimpin Palestina itu menambahkan, “Masjid Al-Aqsa dan sekitarnya adalah milik eksklusif umat Muslim, dan ini telah disahkan oleh Liga Bangsa-Bangsa pada tahun 1930, dan kami tidak akan menerima hal lain, apapun kondisinya.”
Mengenai kampanye militer Israel di Jalur Gaza, Abbas mengatakan, “Israel telah menduduki kembali seluruh Jalur Gaza dan hampir menghancurkannya sepenuhnya, menjadikannya tempat yang tidak layak huni.”