Israel kini menghadapi fenomena kabur yang belum pernah terjadi sebelumnya. Menurut pakar demografi Israel, Sergio Della Pergola, untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade neraca migrasi negara itu jatuh ke angka negatif, lebih banyak orang pergi ketimbang yang datang.

Dalam wawancara dengan Maariv, Della Pergola mengungkap bahwa sepanjang 2024, puluhan ribu orang meninggalkan Israel, terutama akibat perang berkepanjangan terhadap rakyat Palestina di Gaza. Ia menyebut kondisi ini sebagai “kejutan demografis” yang hanya pernah terjadi tiga kali dalam seratus tahun terakhir: pada 1920-an, awal 1950-an, dan awal 1980-an.

Lebih mencengangkan lagi, hampir setengah dari mereka yang hengkang bukan Yahudi, melainkan warga yang secara hukum berhak tinggal di Israel melalui Undang-Undang Kepulangan. “Mereka datang dengan harapan akan aman, tapi justru mendapati hidup penuh ketidakpastian, terbebani oleh ekonomi yang memburuk dan diskriminasi yang mencekik,” jelasnya. Banyak dari kelompok ini sebelumnya masuk ke Israel setelah perang Ukraina, namun kini memilih kembali ke tanah asal atau pindah ke negara ketiga.

Data Biro Pusat Statistik Israel memperkuat temuan ini: 79 ribu orang meninggalkan Israel pada 2024, menghasilkan saldo migrasi negatif sebesar 23 ribu orang. Pada 2023, tercatat 55.300 warga Israel keluar, sementara hanya 27 ribu yang masuk. Artinya, dari tahun ke tahun, Israel kian berubah menjadi tanah yang ditinggalkan warganya.

Dengan populasi sekitar 10,1 juta jiwa—78,5% Yahudi, 21,5% Arab, serta 260 ribu orang asing termasuk 400 ribu warga Palestina di Al-Quds Timur—struktur demografis Israel menghadapi guncangan serius.

Fenomena eksodus ini tak bisa dilepaskan dari situasi politik dan ekonomi yang kian memburuk. Perang genosida yang dilancarkan Israel di Gaza sejak 7 Oktober 2023 telah menewaskan lebih dari 65 ribu warga Palestina, melukai lebih dari 165 ribu, serta membuat 432 orang syahid akibat kelaparan, termasuk 146 anak. Pada saat yang sama, Israel juga menyerang Tepi Barat, Iran, Lebanon, Suriah, Yaman, bahkan melancarkan upaya serangan gagal terhadap pimpinan Hamas di Qatar.

Israel terus terjerat dalam perang dan penjajahan. Alih-alih menjadi tanah impian, negeri itu kini berubah menjadi wilayah penuh krisis—ekonomi yang tercekik, politik yang terbelah, dan masyarakat yang tak lagi melihat masa depan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here