Pasukan Israel melancarkan operasi penyisiran besar-besaran di berbagai kota Tepi Barat. Di Tulkarem saja, sebanyak 1.300 warga Palestina ditangkap hanya dalam dua hari, sebuah praktik yang disebut para pengamat sebagai bentuk nyata dari hukuman kolektif.
Di Qalqiliya, tentara Israel menangkap sejumlah buruh Palestina saat mencoba masuk untuk bekerja, serta meringkus seorang warga dalam penggerebekan di rumahnya. Di Nablus, desa-desa seperti Surra dan Naqura menjadi sasaran penangkapan, sementara di Al-Quds, penggerebekan menyasar Kamp Qalandiya dan Kafr Aqab. Aksi serupa terjadi di Hebron, Ramallah, hingga desa-desa sekitarnya, lengkap dengan penggeledahan rumah dan lahan pertanian.
Namun puncak penindasan terlihat di Tulkarem. Setelah dua tentaranya terluka ringan akibat ledakan bom rakitan, Israel membalas dengan menahan 1.300 warga secara acak dalam 48 jam. Mereka digiring ke lapangan umum, ditahan berjam-jam di bawah todongan senjata, dan dipermalukan di hadapan publik. Video yang tersebar memperlihatkan barisan panjang warga yang dijaga ketat oleh kendaraan militer, adegan yang mempertegas kebijakan penghinaan massal terhadap rakyat Palestina.
“Ini bukan operasi keamanan, melainkan bentuk penghinaan kolektif,” ujar Faisal Salameh, Wakil Gubernur Tulkarem. Ia menegaskan bahwa penangkapan dilakukan secara brutal, disertai penggeledahan paksa dan kekerasan yang berlangsung dua hari penuh. “Tujuannya jelas: memaksa warga tunduk, menciptakan rasa takut, dan membuat mereka membayar harga mahal atas setiap aksi perlawanan.”
Suleiman Bsharat, Direktur Pusat Yabous untuk Studi Strategis, menambahkan bahwa operasi ini bukan hanya hukuman, tetapi juga strategi Israel untuk menciptakan “efek jera” sebelum muncul perlawanan baru, sekaligus melatih pasukan mereka di lapangan.
Data lapangan menunjukkan skala kehancuran yang mengerikan. Sejak Januari 2024, lebih dari 600 rumah di Tulkarem dan Kamp Nur Shams telah diratakan, sementara 2.573 rumah lainnya rusak sebagian. Israel bahkan sudah merencanakan penghancuran lebih dari 100 bangunan dengan dalih pembangunan jalan dan “mengubah peta kawasan.”
Tragedi di Tepi Barat berjalan paralel dengan genosida yang sedang berlangsung di Gaza. Hingga kini, agresi Israel (dengan dukungan penuh Amerika Serikat) telah menewaskan lebih dari 65 ribu warga Palestina, melukai lebih dari 165 ribu lainnya, dan menyebabkan 428 orang syahid akibat kelaparan, termasuk 146 anak. Di Tepi Barat sendiri, serangan militer dan aksi brutal para pemukim ilegal telah merenggut lebih dari 1.042 nyawa dan menjerat lebih dari 19 ribu warga ke dalam penjara.