Pasukan Israel kembali menyerbu sejumlah kota di Tepi Barat, yang memicu bentrokan dengan warga Palestina. Di saat yang sama, Menteri Pertahanan Israel menegaskan bahwa Israel akan membangun “negara Yahudi Israel” di wilayah Tepi Barat.
Penyerbuan terbaru yang dilakukan pada Jumat dini hari meliputi Kota Dura di selatan Hebron dan Desa Beit Rima di barat Ramallah, wilayah Tepi Barat yang diduduki. Aksi ini menyebabkan bentrokan sengit antara pemuda Palestina dan pasukan Israel.
“Negara Yahudi”
Sementara itu, Menteri Pertahanan Israel, Yisrael Katz, pada Jumat (30/5) menyatakan bahwa Israel akan mendirikan “negara Yahudi Israel” di wilayah Tepi Barat. Pernyataan itu dilontarkan sehari setelah Israel mengumumkan rencana pembangunan 22 permukiman baru di wilayah Palestina yang diduduki.
Pengumuman ini memicu kecaman luas dari komunitas internasional. Permukiman tersebut dinyatakan ilegal berdasarkan hukum internasional dan terus mendapat kutukan dari PBB dan berbagai negara di dunia. Namun, Israel mengabaikan seluruh kecaman tersebut.
Katz mengatakan dalam pernyataan resminya, “Ini adalah respons tegas terhadap organisasi-organisasi teroris yang mencoba menyakiti kami dan melemahkan cengkeraman kami atas tanah ini. Ini juga merupakan pesan yang jelas kepada (Presiden Prancis Emmanuel) Macron dan para sekutunya: mereka akan mengakui negara Palestina di atas kertas, sementara kami akan membangun negara Yahudi Israel di atas tanah nyata.”
Ia menambahkan dengan sombong, “Kertas itu akan dibuang ke tempat sampah sejarah, dan Negara Israel akan terus berkembang.”
Pernyataan tersebut disampaikan Katz saat mengunjungi permukiman Sanur di utara Tepi Barat, yang sebelumnya telah dikosongkan pada tahun 2005 sebagai bagian dari rencana penarikan sepihak dari Jalur Gaza yang saat itu diputuskan oleh Perdana Menteri Ariel Sharon.
Pernyataan Macron
Pada Jumat sebelumnya, Presiden Prancis Emmanuel Macron dalam kunjungannya ke Singapura menyatakan bahwa pengakuan terhadap negara Palestina bukan hanya “tanggung jawab moral”, tetapi juga “kebutuhan politik”, dengan menyebutkan beberapa prasyarat sebelum pengakuan resmi dilakukan.
Bulan Juni mendatang, dijadwalkan akan diadakan konferensi internasional mengenai solusi dua negara, diprakarsai oleh Prancis dan Arab Saudi, bertempat di markas besar PBB di New York.
Seorang diplomat Prancis yang mengetahui persiapan konferensi menyatakan bahwa konferensi ini bertujuan membuka jalan bagi lebih banyak negara untuk mengakui negara Palestina.
Sebelumnya, Macron juga telah menyatakan bahwa Prancis kemungkinan akan mengakui Palestina sebagai negara merdeka pada bulan Juni.