Di Gaza, bahkan momen kelahiran pun tak lagi steril dari jejak perang. Di Rumah Sakit al-Shifa, seorang bayi perempuan Palestina lahir prematur dengan membawa tumor langka di tubuh mungilnya, Sacrococcygeal Teratoma. Tangisan pertamanya menjelma simbol baru penderitaan rakyat yang terhimpit blokade dan genosida yang tiada henti.

Kelahirannya bukanlah peristiwa biasa, melainkan potret pahit dari krisis kemanusiaan. Para dokter berdiri tanpa daya menghadapi keterbatasan peralatan medis dan runtuhnya sistem kesehatan Gaza. Di tengah udara beracun, air dan makanan yang tercemar, bau mesiu dan asap perang, bayi itu hadir sebagai saksi kecil atas kehidupan yang dirampas dari anak-anak dan para ibu.

Dr. Muhammad Abu Salmiya, Direktur Kompleks Medis al-Shifa, mengunggah foto bayi itu di Facebook. “Selama 25 tahun menjadi konsultan anak, saya belum pernah melihat hal semacam ini. Inilah yang dilakukan perang genosida terhadap anak-anak kita,” tulisnya.

Gambar memilukan itu segera memicu gelombang kemarahan di media sosial. Aktivis menilai kasus ini bukti baru penggunaan senjata terlarang secara internasional, bahkan dugaan uji coba senjata baru terhadap penduduk Gaza. Mereka bertanya dengan getir: “Jika dampaknya sudah seperti ini dalam jangka pendek, bagaimana dalam jangka panjang?”

Banyak yang menegaskan, kasus ini bukan sekadar insiden medis individual, melainkan cermin kehancuran kemanusiaan akibat perang. Bayi itu membutuhkan operasi kompleks dan perawatan panjang di luar Gaza. Namun setiap penundaan berarti ancaman langsung bagi hidupnya.

Seorang pengguna menulis, “Jangan kaget, jangan gusar. Ini bukan adegan film horor, ini bayi tak berdosa dari Gaza.”
Yang lain menyerukan, “Selamatkan jiwa suci ini, selamatkan bayi yang masih bernafas di tengah reruntuhan.”

Seruan itu menyoroti kegagalan dunia melindungi hak paling dasar: kesempatan lahir dengan aman. “Di mana organisasi kesehatan dan HAM?” tanya warganet. “Bagaimana dunia bisa diam melihat perang yang meninggalkan bekasnya pada jiwa-jiwa paling kecil sejak detik pertama kehidupan?”

Sejak 7 Oktober 2023, dengan dukungan Amerika Serikat, Israel melancarkan genosida di Gaza. Hingga kini, serangan brutal itu telah menewaskan 65.382 orang dan melukai 166.985 lainnya, mayoritas anak-anak dan perempuan. Kelaparan juga merenggut 442 nyawa, termasuk 147 anak.

Sumber: Media Sosial

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here