Di tengah krisis sektor kesehatan di Gaza, anak-anak Palestina di Rumah Sakit Al-Rantisi berjuang untuk bertahan hidup saat menjalani sesi cuci darah dalam kondisi yang sulit akibat blokade Israel yang terus berlangsung serta dampak genosida yang melanda wilayah tersebut. Di dalam ruang cuci darah, mereka terbaring lemah di tempat tidur, terhubung dengan mesin yang berfungsi membersihkan racun dari tubuh mereka. Wajah mereka pucat, mata penuh harapan, sementara beberapa terlihat kelelahan dan lainnya berusaha berbicara meski dalam kondisi lemah.
Di samping tempat tidur seorang anak, seorang ibu menggenggam tangan kecil anaknya, berdoa lirih dengan hati yang gelisah, sementara perawat menekan tombol mesin untuk memulai prosedur yang berlangsung selama empat jam. Sementara itu, seorang anak lain menatap kosong ke langit-langit, menanggung penderitaan yang terlalu berat untuk usianya yang masih belia. Rumah sakit ini telah menjadi medan tempur bagi mereka yang ingin tetap hidup.
Satu-satunya Unit di Gaza Utara
Menurut dr. Nabil Eid, Kepala Unit Penyakit Ginjal Anak di Rumah Sakit Al-Rantisi, unit ini merupakan satu-satunya yang memberikan layanan cuci darah bagi anak-anak di bawah usia 14 tahun di Gaza Utara. Sebelum 7 Oktober 2023, terdapat 14 mesin cuci darah yang melayani 45 anak, yang membutuhkan perawatan tiga kali seminggu. Namun, serangan Israel yang menyebabkan kehancuran sebagian besar rumah sakit telah menghentikan layanan ini sementara, mengakibatkan kematian beberapa anak akibat kurangnya sesi cuci darah serta keterbatasan fasilitas medis. Serangan darat Israel serta pemboman yang terus berlangsung juga mempersulit evakuasi pasien ke tempat lain.
Beroperasi Kembali Meski dalam Keterbatasan
Berkat upaya Kementerian Kesehatan, unit ini berhasil dibuka kembali meski dalam kapasitas terbatas, hanya mampu menangani 12 anak. Sebagian pasien lainnya dipindahkan ke luar negeri guna mengurangi risiko kesehatan. Namun, rumah sakit menghadapi kekurangan besar dalam peralatan medis, terutama kateter darah khusus anak-anak yang sangat dibutuhkan untuk sesi cuci darah. Selain itu, pasokan obat-obatan dan alat kesehatan masih sangat minim, memperburuk penderitaan pasien dan keluarganya. Dr. Eid menyerukan bantuan segera dari lembaga kesehatan internasional untuk menyelamatkan sistem kesehatan Gaza dari kehancuran total.
Sejak 7 Oktober 2023, Israel telah menghancurkan 34 dari 38 rumah sakit di Gaza, baik yang dikelola pemerintah maupun swasta. Saat ini, hanya tersisa empat rumah sakit yang masih beroperasi, itupun dengan kapasitas yang sangat terbatas akibat kurangnya pasokan obat dan peralatan medis. Selain itu, serangan Israel juga menghancurkan 80 pusat kesehatan dan merusak lebih dari 162 fasilitas medis lainnya.
Blokade yang Terus Berlangsung
Salama Maarouf, Kepala Kantor Media Pemerintah di Gaza, menegaskan bahwa Israel terus memperketat blokade terhadap Gaza, termasuk mencegah masuknya bantuan kemanusiaan dan bahan bakar. Dalam unggahan di platform X, ia memperingatkan bahwa akibat blokade ini, banyak rumah sakit dan pusat kesehatan di Gaza terpaksa berhenti beroperasi sepenuhnya, membahayakan ribuan pasien dan korban luka.
Blokade ini juga menyebabkan lumpuhnya layanan kota, ambulans, dan pemadam kebakaran, serta menghentikan operasi pengolahan limbah, yang semakin memperburuk krisis kemanusiaan di Gaza.
Pada Senin lalu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan bahwa pemerintahnya telah memutuskan untuk menghentikan masuknya barang dan pasokan ke Gaza. Ia mengancam bahwa jika Hamas tidak membebaskan tawanan Israel, maka konsekuensinya akan “tak terbayangkan.” Netanyahu, dengan dukungan Presiden AS Donald Trump, menyatakan kesiapan untuk melanjutkan tahap berikutnya dalam pertempuran.
Pada awal Maret 2025, fase pertama perjanjian gencatan senjata di Gaza yang berlangsung selama 42 hari resmi berakhir. Namun, Israel enggan melanjutkan ke tahap kedua dan menghentikan perang. Netanyahu ingin memperpanjang fase pertama pertukaran tawanan sebanyak mungkin tanpa memenuhi kewajiban militer dan kemanusiaan yang telah disepakati, demi memuaskan sayap ekstremis dalam pemerintahannya.
Sementara itu, Hamas menegaskan komitmennya terhadap kesepakatan gencatan senjata dan mendesak Israel untuk mematuhinya. Hamas juga meminta para mediator segera memulai negosiasi tahap kedua, yang mencakup penarikan pasukan Israel dari Gaza dan penghentian perang sepenuhnya.
Dengan dukungan penuh dari Amerika Serikat, antara 7 Oktober 2023 hingga 19 Januari 2025, Israel telah melakukan genosida di Gaza yang menyebabkan lebih dari 160.000 warga Palestina gugur syahid dan terluka, sebagian besar adalah anak-anak dan perempuan, serta lebih dari 14.000 orang dinyatakan hilang.