Indonesiainside.id- Pemerintah Jepang mengambil sikap tegas terhadap Israel karena terus melancarkan serangan udara di Jalur Gaza, Palestina. Wali Kota Nagasaki, Shiro Suzuki, memutuskan untuk tidak mengundang Israel dalam upacara peringatan jatuhnya bom atom di Nagasaki pada 9 Agustus 1945.
Serangan udara Israel tersebut membuat sekitar 40 ribu warga sipil syahid dan menghancurkan 70% infrastruktur di wilayah tersebut. Suzuki menyebut keputusan ini menimbang belum adanya gencatan senjata di Gaza.
Suzuki mengaku pernah mengirim surat ke Israel yang isinya menyerukan gencatan senjata di Gaza. Ia menyebut undangan agar Israel datang ke upacara perdamaian tahunan ditunda karena ‘situasi yang tidak terduga’.
“Saya tidak melihat adanya perubahan yang akan mengurangi peluang (gencatan senjata) tersebut menjelang upacara pada tanggal 9 Agustus yang mempromosikan perdamaian dunia,” tulis Kyodo News yang dimuat CNN International.
Manuver ini pun mengundang reaksi dari pihak Israel. Duta Besar Israel untuk Jepang, Gilad Cohen, menggambarkan keputusan tersebut sebagai sangat disesalkan dalam sebuah posting di X.
“Hal itu mengirim pesan yang salah kepada dunia,” tambahnya.
Di sisi lain, mengutip AFP, Duta Besar AS untuk Jepang Rahm Emanuel juga tidak akan hadir dalam upacara peringatan Nagasaki. Ini sebagai protes karena Israel tidak diundang.
Ia malah menghadiri pertemuan doa di kuil Tokyo bersama duta besar Israel Gilad Cohen, bersama Dubes Inggris untuk Jepang Julia Longbottom. Ketiganya memboikot acara di Nagasaki.
Sebelumnya, berbeda dengan Nagasaki, Hiroshima telah mengundang Israel ke upacara tahunannya pada tanggal 6 Agustus. Meski begitu, kota tersebut telah meminta agar adanya gencatan senjata segera di Gaza.
Namun, undangan bagi Israel ini dianggap kontroversial di kalangan aktivis dan kelompok penyintas bom atom. Mereka mengatakan bahwa Israel harus dikecualikan tahun ini seperti Rusia dan Belarus, yang selama dua tahun terakhir dikecualikan dari undangan akibat serangan Moskow ke Ukraina.
Jepang telah menyaksikan banyak demonstrasi dan protes terhadap perang Israel di Gaza. Sejumlah aktivis menyerukan agar Negeri Sakura menghentikan hubungan militer dengan Tel Aviv.
Israel, yang mengabaikan resolusi Dewan Keamanan PBB untuk gencatan senjata segera, telah menghadapi kecaman internasional di tengah serangan brutalnya yang berkelanjutan di Gaza sejak serangan 7 Oktober 2023 oleh kelompok Palestina Hamas.
Setidaknya 40.000 warga Palestina telah syahid sejak saat itu, sebagian besar wanita dan anak-anak, dan hampir 91.000 orang terluka, menurut otoritas kesehatan setempat.
Lebih dari sembilan bulan setelah serangan Israel, sebagian besar wilayah Gaza hancur di tengah blokade makanan, air bersih, dan obat-obatan yang melumpuhkan.
Sementara itu, Israel juga dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional. Lembaga resmi itu pun meminta Tel Aviv untuk segera menghentikan operasi militernya di kota Selatan Gaza, Rafah, yang saat ini menjadi tempat lebih dari 1 juta warga Palestina yang mengungsi.