Oleh: Ustaz Umar Makka, Lc (Sekjen SoA)

Hari itu, gemuruh tangis para sahabat terdengar di setiap sudut Kota Madinah. Bagaimana tidak, manusia paling mulia sekaligus imam para nabi dan rasul, yakni Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam (SAW) menghembuskan nafas terakhir. Nabi terakhir yang diutus di muka bumi itu wafat pada Senin pagi 12 Rabiul Awal tahun 11 Hijriah atau 633 Masehi. Beliau wafat pada usia 63 tahun lebih empat hari.

Raga Rasulullah SAW memang telah tiada, tapi semangat dakwah yang beliau wariskan kepada para sahabat tidak pernah padam. Bukti semangat para sahabat tak pernah mati bisa dilihat saat mereka melanjutkan misi Rasulullah SAW untuk membebaskan Baitul Maqdis di Syam, yang kala itu masih di bawah kekuasaan Romawi.

Menjelang wafatnya, Rasulullah SAW sempat mengirim pasukan ke Syam yang dipimpin oleh Usamah bin Zaid bin Haritsah. Langkah para sahabat yang ikut dalam pasukan itu sempat terhenti saat beliau wafat. Namun, apa yang dilakukan Abu Bakar Ash-Shiddiq ketika diangkat menjadi khalifah menggantikan Rasulullah?

Keputusan pertama yang diambil Abu Bakar setelah menjadi khalifah adalah memberangkatkan pasukan Usamah bin Zaid. Keputusan itu sempat mendapat protes dari beberapa sahabat, karena keadaan Kota Madinah tengah berduka, ditambah lagi banyak kabilah yang murtad dan banyak nabi palsu bermunculan.

Secara logika, peperangan melawan kaum murtad juga membutuhkan pasukan. Sementara pengiriman pasukan Usamah bin Zaid yang terdiri dari sahabat Muhajirin dan Anshor akan mengurangi kekuatan kaum muslimin di Madinah.

Namun Abu Bakar tetap tegas mengirim pasukan Usamah bin Zaid. Bahkan  beliau mengatakan, “Seandainya di Madinah tersisa tinggal aku, lalu binatang-binatang buas itu masuk ke kota Madinah, maka sungguh aku tetap akan mengutus pasukan Usamah bin Zaid.”

Ketegasan Abu Bakar Ash-Shiddiq itu menunjukkan bahwa beliau sangat memahami misi besar Rasulullah SAW untuk membebaskan Baitul Maqdis dari Romawi. Selain itu, untuk membawa Islam ke level dunia, pusatnya adalah Syam. Sama halnya ketika kaum muslimin telah menguasai Makkah, maka Jazirah Arab pun ditaklukkan. Demikian juga, untuk membawa Islam ke level dunia maka Syam harus ditaklukkan terlebih dahulu.

Singkat cerita, pasukan Usamah bin Zaid pun berangkat. Pasukan Usamah berangkat mengikuti wasiat dari Rasulullah SAW kepada Usamah sebelum wafat. “Wahai Usamah, datanglah engkau ke negeri Syam, datanglah engkau ke tempat di mana ayahmu terbunuh syahid. Lalu setelah itu segeralah Kembali ke Madinah.”

Hikmah di Balik Keputusan Abu Bakar

Ada banyak hikmah tersirat dari keputusan Abu Bakar Ash-Shiddiq melanjutkan misi pengiriman pasukan Usamah bin Zaid ke Syam. Hikmah terbesar yang bisa dipetik adalah musuh-musuh Islam, seperti Romawi dan Persia hingga beberapa kabilah yang loyal kepada mereka, menjadi segan untuk menyerang Madinah.

Dalam pandangan militer, Madinah kala itu berada dalam kondisi kurang kuat. Selain kematian Rasulullah SAW, banyak kabilah yang murtad dan nabi palsu bermunculan. Itu bisa menjadi kesempatan musuh Islam untuk menyerang Madinah.

Namun strategi Rasulullah SAW untuk mempertahankan reputasi Islam di dunia internasional difahami dengan baik oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq. Pengiriman pasukan Usamah membuat musuh Islam berfikir dua kali untuk menyerang Madinah. Sebab, dalam benak mereka Madinah tetap kuat meski sang pemimpin tertinggi, Rasulullah SAW, wafat, dan Madinah tetap memiliki pasukan siap tempur. Jika pasukan kaum muslimin di Madinah tidak kuat, maka tidak mungkin Abu Bakar melanjutkan pengriman pasukan Usamah.

Bagaimana Strategi Abu Bakar Membebaskan Baitul Maqdis?

Selain pengiriman pasukan Usamah bin Zaid, fokus Abu Bakar setelah menjadi khalifah adalah memerangi kabilah yang murtad dan para nabi palsu. Puncaknya adalah ketika terjadi perang Yamamah pada tahun ke-11 Hijriah. Sampai kemudian nabi palsu, Musailamah Al-Kazzab, tewas terbunuh.

Setelah selesai memerangi kabilah murtad dan nabi palsu, Abu Bakar mengirim pasukan untuk menaklukkan Persia. Kerajaan Persia sudah merupakan kerajaan yang kuat dan memiliki wilayah yang sangat luas. Luas wilayah Persia membentang dari timur Syam di sisi barat, hingga Afganistan di sebelah timur, dari laut Khazar (Qazwin) di sisi utara, sampai As-Sind di sebelah selatan. Meliputi daerah Irak, Persia, Khurasan, Thabaristan, Azerbaijan, dan daerah-daerah kecil lainnya.

Kerajaan Persia memiliki kelebihan berupa jumlah personil yang banyak dan teratur, akan sulit bagi kerajaan lain untuk membuat perkara atau menantang perang dengannya. Gerakan pembebasan daerah dari kekuasaan Persia dimulai dari tangan pemimpin muslim, Al-Mutsanna bin Haritsah Asy-Syaibani Radhiyallahu Anhu, yang sebelumnya telah meminta izin kepada khalifah Abu Bakar untuk memerangi Persia.

Al-Mutsanna berhasil mengubah keadaan selatan Irak saat berhasil mengalahkan tentara Persia. Namun, saat menyadari keadaan pasukannya yang telah berkurang, Al-Mutsanna mengirimkan surat kepada Abu Bakar untuk meminta bantuan. Ketika itu, Khalid bin Walid telah menyelesaikan memerangi Musailamah Al-Kadzdzab di Yamamah. Oleh sebab itu, Abu Bakar mengirimkan surat perintah kepada Khalid untuk membawa pasukannya menuju Irak, guna membantu Al Mutsanna bin Haritsah dan pasukannya. Khalid pun berangkat ke Irak. Peristiwa ini terjadi pada tahun 12 Hijriyah.

Abu Bakar juga memerintahkan pasukan lain di bawah komando Iyad bin Ghanam Al-Fahrawi. Abu Bakar memerintahkan agar pasukan Islam memasuki Irak dari arah atas, juga memerintahkan agar, baik Khalid dan juga Iyadh, menuju ke Al-Hirah, ibu kota kerajaan Arab yang terasing. Abu Bakar juga menjanjikan akan memberikan hadiah bagi mereka yang terlebih dahulu mencapai Al-Hirah.

Khalid bin Walid berhasil memasuki kawasan Irak dan arah selatan dan mulai menaklukkan beberapa desa yang berada di dekat sungai Eufrat. Khalid berhasil menguasai Alis, Barmusa, Banqiya dan desa-desa lainnya.

Keputusan Abu Bakar Ash-Shiddiq itu merupakan langkah yang sangat besar, sekaligus menunjukkan bahwa reputasi kaum muslimin sudah begitu kuat. Sebab, Madinah adalah sebuah negara yang baru berdiri 11 tahun, tapi menyerang ke salah satu peradaban kuat, yang telah memiliki ratusan tahun peradaban dan pernah mengalahkan Romawi.

Abu Bakar Mengirim Pasukan ke Syam

Sampai pada akhirnya, saat kaum muslimin berhasil menaklukkan Al-Hirah, salah satu sahabat Rasulullah SAW yang menemani Khalid bin Walid, Syurahbil bin Hasanah, pulang ke Madinah untuk menyampaikan berita gembira kepada Abu Bakar.

Mendengar kabar dari Syurahbil, Abu Bakar memanjatkan syukur kepada Allah SWT atas kemenangan tersebut. Namun yang unik, Syurahbil berkata kepada Abu Bakar,” Wahai Abu Bakar, tidakkah engkau juga memikirkan untuk mengirim pasukan ke Syam?”

“Aku juga memikirkan hal yang sama. Aku ingin mengirim pasukan untuk membebaskan negeri Syam.” Jawab Abu Bakar. Hal yang unik adalah jawaban Syurahbil ketika ditanya balik oleh Abu Bakar, “Dari mana engkau bisa berfikir seperti itu?”

Ternyata Syurahbil tidak menanyakan hal ini tanpa sebab. Ternyata Syurahbil Ibnu Hasanah pernah bermimpi yang berkaitan dengan Syam, pembebasan Baitul Maqdis, dan berkaitan dengan Abu Bakar.

“Ya Khalifatur Rasulullah, aku tidak menyampaikan hal ini kecuali aku pernah bermimpi suatu malam yang berkaitan denganmu dan bebrkaitan dengan Syam.” Kata Syurahbil.

“Apa mimpimu?” tanya Abu Bakar.

Syurahbil bermimpi melihat para sahabat melalui medan berduri dan terjal. Dia juga melihat Abu Bakar dan para sahabat naik ke atas mercusuar. Kemudian, para sahabat turun dari mercusuar dan masuk ke bumi yang tanahnya subur dan banyak tumbuh-tumbuhan. Setelah itu, para sahabat meneriakkan untuk menyerang musuh-musuh Allah, lalu benteng-benteng terbuka untuk mereka. Kemudian saat itu ada sahabat yang membacakan surat An-Nashr.

Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq kemudian menjelaskan takwil mimpi yang diceritakan Syurahbil tadi. Ia mengatakan, tanaman berduri yang dilaluinya hingga ia bertemu mercusuar tinggi dan naik bersama para sahabat di atas mercusuar itu sambil mengawasi manusia yang ada, adalah takwil bahwa dirinya akan menanggung masyaqqah (beban yang berat) dari pasukan kaum muslimin yang diutusnya, sebagaimana juga musuh menanggung penderitaan yang sama.

Adapun mengenai dirinya naik ke atas mercusuar yang tinggi, adalah takwil dari kemenangan cita-cita perjuangannya, bahwa perang yang dihadapinya dalam menegakkan agama Allah, akan membuatnya menjadi tinggi dan Islam pun akan menjadi tinggi. Setelah kemenangan itu, kaum muslimin akan hidup di atas tanah yang subur sebagai kebutuhan hidup. Inilah takwil turunnya ia dari mercusuar menuju tanah yang subur dan makmur dengan tanaman, perkampungan, dan benteng-benteng.

Dengan masih berlinang air mata, Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu Anhu kemudian mengatakan kepada Syurahbil, “Aku akan melaksanakan amar makruf nahyi mungkar dan menghukum dengan berat orang-orang yang meninggalkan perintah Allah. Aku akan menyiapkan pasukan kepada orang-orang yang menyimpang dari jalan Allah di belahan Timur maupun Barat, sampai mereka mengatakan, ‘Allahu ahad, laa syarika lahu..-Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya..”

Setelah mendengar mimpi Syurahbil, Abu Bakar mengumpulkan pembesar para sahabat untuk mengajak mereka musyawarah. Di antaranya ada Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib.

“Wahai sahabat Rasulullah, berikan pendapat kalian jika seandainya aku ingin mengirim pasukan ke negeri Syam?” tanya Abu Bakar kepada para sahabat.

Para ahli sejarah mencatat bahwa itu adalah salah satu keputusan yang mengherankan Abu Bakar. Sebab, beliau memerangi dua peradaban besar di waktu bersamaan, yakni Persia dan Romawi.

Hal unik kala itu adalah rekasi para sahabat. Ketika Abu Bakar menyampaikan hal itu, serentak para sahabat mengatakan, “Sungguh kami sepakat, kami setuju dengan apa yang engkau inginkan, dengan apa yang engkau lihat, untuk mengirim pasukan menuju pembebasan negeri Syam.”

Bahkan Umar berkata, “baru saja kami ingin mengusulkan kepadamu ya Abu Bakar, bagaimana jika engkau juga mengirim pasukan ke Syam. Namun lagi-lagi engkau senantiasa mendahului kami untuk meniatkan kebaikan wahai Abu Bakar.

Hal ini menunjukkan, apa yang difahami para Rasulullah juga yang difahami oleh para sahabat. Betapa pentingnya Syam, betapa pentingnya membebaskan Baitul Maqdis dan Al-Aqsa. Ini juga menunjukkan bahwa para sahabat memahami isyarat pembebasan Baitul Maqdis dari Rasulullah.

Umar bin Khattab lalu mengusulkan kepada Abu Bakar, “Kirimlah kepada mereka (bangsa Romawi) pasukan berkuda yang disusul dengan pasukan berkuda lainnya. Utuslah panglima yang disusul dengan panglima berikutnya. Kirimlah pasukan yang disusul dengan pasukan berikutnya. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala  penolong agama-Nya. Dia memuliakan Islam dan pemeluknya. Dia merealisasikan apa yang telah dijanjikan kepada Rasul-Nya..”

Setelah itu secara bergantian para sahabat mengajukan pendapat. Mereka semua setuju dengan ide Khalifah Abu Bakar untuk memerangi bangsa Romawi di Syam dengan mengirim pasukan kaum muslimin. Mereka tunduk dan taat pada keputusan Khalifah, termasuk Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu Anhu.

Khalifah Abu Bakar kemudian berdiri di hadapan kaum muslimin. Ia menyampaikan khutbah yang sangat memotivasi. Setelah itu Khalifah Abu Bakar menetapkan para komandan yang akan berangkat memimpin pasukan ke negeri Syam. Mereka adalah; Amru bin Al-Ash, Yazid bin Abi Sofyan, Syurahbil bin Hasanah, dan Abu Ubaidah bin Al-Jarrah.

Setelah mengirim pasukan dan para komandan, Khalifah Abu Bakar juga berkirim surat kepada Khalid bin Al-Walid yang ketika itu berada di Irak untuk bergabung bersama pasukan kaum muslimin di Syam.

Sumber: Youtube AQL Network Baitul Maqdis

Editor: Moe

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here