Spirit of Aqsa, Palestina- Pembantaian yang dilakukan teroris Israel memaksa banyak warga Jalur Gaza meninggalkan rumah dan sekolah mereka. Intisar al-Arabid, seorang guru asal Palestina yang tinggal di Gaza, berinisiatif untuk mengajar di tempat pengungsian di Kota Rafah, Jalur Gaza selatan. Langkah itu dilakukan agar pendidikan anak-anak Gaza tidak terhenti.

“Karena tidak bisa bersekolah, para murid mengalami stres karena harus melalui situasi mengerikan akibat operasi militer yang sedang berlangsung di Gaza,” kata guru matematika berusia 45 tahun itu.

Teroris Israel melancarkan serangan skala besar di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023. Pembantaian tersebut mengakibatkan 25 ribu warga Gaza syahid dan lebih dari 60 ribu jadi korban luka. Selain itu, banyak bangunan sipil, rumah sakit, perguruan tinggi, dan sekolah di Gaza yang semuanya hancur akibat serangan tersebut.

“Israel ingin menghancurkan semua aspek kehidupan di Gaza dan menjadikannya tidak stabil. Anak-anak kami kehilangan seluruh hak asasi mereka di Gaza, termasuk hak mereka untuk hidup, pendidikan, dan bermain,” kata Samah al-Masri, seorang wanita pengungsi Gaza.

Ibu tiga anak berusia 42 tahun itu mengatakan, inisiatif al-Arabid membantu putranya yang berusia delapan tahun kembali melanjutkan pembelajaran di kelas, mengembalikan semangat hidup, dan menghilangkan ketakutannya bahwa dia akan dibunuh oleh tentara Israel.

Untuk membantu anak-anak di Gaza, al-Arabid memutuskan untuk berinisiatif dan mulai menawarkan pelajaran gratis kepada anak-anak usia sekolah di sekolah dasar al-Quds di Rafah, yang telah dialihfungsikan menjadi sebuah tempat penampungan bagi para pengungsi.

Kurikulum yang diajarkan al-Arabid di sekolahnya meliputi matematika, ilmu pengetahuan, dan bahasa Arab. Namun, dirinya merasa kesulitan untuk terus mengajar di tengah kurangnya pena, kertas, buku catatan, dan buku pelajaran.

Dia kemudian membuat keputusan untuk lebih berkonsentrasi dalam mengajarkan para murid untuk menghafal, dengan mengatakan bahwa hal itu akan membantu mereka menjadi lebih cerdas dan fokus.

Mohammed Abu Reziq, seorang remaja pengungsi Gaza yang kehilangan sekolahnya akibat serangan Israel di Gaza City, adalah salah satu dari puluhan murid yang mengikuti kelas al-Arabid.

“Sekarang, saya sudah mengenal beberapa teman sekelas baru dan saya merasa telah kembali ke sekolah saya sebelumnya, yang memberikan harapan bahwa saya akan kembali menjalani kehidupan normal segera setelah tentara Israel mengakhiri perangnya melawan Gaza,” kata remaja berusia 12 tahun tersebut.

Samir Awadallah, seorang guru bahasa Arab yang tinggal di Gaza, menuturkan inisiatif al-Arabid telah memberikan energi positif kepada warga setempat “yang berjuang melawan kematian di Gaza”. Dia menuturkan bahwa inisiatif al-Arabid mendorongnya untuk mengajar para murid di kamp pengungsi yang terletak di sebelah barat Kota Rafah.

“Kami adalah orang-orang yang mencintai kehidupan dan berupaya hidup damai jauh dari perang. Kehidupan akan terus berlanjut, dan perang akan berakhir suatu hari nanti,” ujarnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here