Warga Gaza kembali terbangun dalam duka. Pada Selasa (20/5), langit di atas permukiman padat Hayy ad-Daraj menjadi saksi bisu atas pembantaian terbaru yang dilakukan oleh pesawat tempur Israel. Target serangan: Sekolah Musa bin Nushair milik UNRWA. Sekolah itu selama ini menjadi tempat berlindung ratusan pengungsi yang selamat dari serangan di wilayah lain.

Kementerian Kesehatan Palestina dan Tim Pertahanan Sipil mengonfirmasi: 44 orang gugur syahid dalam serangan langsung itu, sebagian besar dari mereka adalah perempuan dan anak-anak. Puluhan lainnya luka-luka, sebagian dalam kondisi kritis.

Di dalam ruang kelas yang kini berubah menjadi puing-puing hangus, seorang ibu Palestina berdiri diam mematung. Api telah memakan tempat yang kemarin menjadi satu-satunya pelindung bagi dirinya dan anak-anaknya.

Di luar, anak-anak kecil terlihat mengais reruntuhan. Mereka mencari tas, boneka, atau potongan mimpi yang masih tersisa—usaha sia-sia untuk menyelamatkan sisa-sisa hidup dari tempat yang dulu disebut “pengungsian.”

Di Rumah Sakit Arab Al-Ahli—yang juga dikenal sebagai Rumah Sakit Baptis—jeritan pilu dan tangis perpisahan menggema. Para perempuan Palestina menatap tubuh anak dan suami mereka untuk terakhir kalinya. Di lorong-lorong rumah sakit itu, kesedihan bukan lagi pemandangan, melainkan rutinitas.

Sementara itu, jenazah syuhada diarak dalam iring-iringan jenazah massal. Sebagian tubuh masih utuh, sebagian lain hanya bisa dikenali lewat sisa pakaian. Di antara tangis dan doa, ada yang masih mencari nama di daftar korban, berharap tak menemukannya—meski tahu kemungkinan itu kian tipis.

Sudut-sudut sekolah yang hancur kini hanya meninggalkan debu, abu, dan perempuan tua yang menyapu lantai kelas seakan ingin menemukan kembali rasa aman yang telah dirampas.

Itulah Gaza hari ini—tempat di mana tempat perlindungan pun jadi sasaran rudal.Serangan terhadap sekolah dan tempat pengungsian bukanlah hal baru dalam agresi Israel ke Gaza.

Sejumlah laporan PBB dan organisasi HAM telah mendokumentasikan serangan brutal serupa sejak awal perang. Lembaga-lembaga internasional menyebutnya sebagai “kejahatan perang” dan pelanggaran berat terhadap hukum humaniter internasional.

Namun, perang terus berjalan. Gaza kini memasuki bulan ke-18 dalam kepungan dan kehancuran. Fasilitas kesehatan dan pendidikan hancur nyaris total. Lebih dari dua juta warga Palestina hidup tanpa tempat aman, sementara dunia terus gagal menghentikan pertumpahan darah.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here