Enam bulan mengandung, Sarah akhirnya bisa melihat bayinya melalui layar USG di sebuah klinik di Gaza. Matanya berbinar, berharap kabar baik tentang kondisi janin pertamanya. Tapi suasana mendadak berubah tegang. Sang dokter terlihat ragu, lalu memanggil rekannya. Mereka berbicara dalam bahasa Inggris, saling bertukar pandang, hingga salah satu dari mereka menghela napas dan berkata pelan, “Ini takdir Allah… Bayimu perempuan, tapi… tanpa kepala.”

Sarah tertegun. Tangisnya pecah. “Amanah, Dok… bilang saja ini bercanda. Tolong…,” ratapnya sambil memeluk perutnya erat. Ia tak percaya bahwa anak yang ia nanti dengan penuh cinta berubah menjadi potret mimpi buruk di layar hitam-putih.

Bayi Tanpa Tengkorak

Dokter perempuan yang menangani Sarah tak bisa menyembunyikan kekhawatirannya.

“Ini kasus kedua hari ini. Semakin sering kami melihat bayi lahir dengan kelainan serupa—tanpa tempurung kepala.”

Salah satu di antaranya adalah bayi bernama Malak al-Qanou’, yang lahir dengan wajah menyerupai katak karena kelainan parah pada struktur kepalanya. Ibunya, yang syok berat setelah mendengar diagnosis itu hanya beberapa jam sebelum melahirkan, menolak menyentuh atau memeluk bayinya. Tugas merawat Malak pun jatuh kepada neneknya.

“Malak tidak bisa membuka mata, tidak melihat ibunya, tidak bisa menyusu karena tidak punya rahang,” tutur sang nenek kepada Al Jazeera.

Ia menyuapi cucunya melalui selang yang dipasang di hidung.

Keluarga menduga kelainan Malak berasal dari paparan zat beracun yang menyebar setelah Israel menembakkan fosfor putih ke kawasan tempat tinggal mereka di Gaza Utara. Karena fasilitas medis di sekitar mereka lumpuh dan mereka harus terus mengungsi, sang ibu tak pernah menjalani pemeriksaan rutin kehamilan.

Janin yang Gugur Sebelum Lahir

Tak semua janin sempat menghirup udara Gaza. Banyak dari mereka yang meninggal dalam kandungan akibat serangan udara, stres berat, atau kekurangan nutrisi. Seperti bayi perempuan yang dikandung istri jurnalis Saif al-Suwaiti.

Ia adalah harapan di tengah reruntuhan, satu-satunya anak perempuan setelah dua putra.

“Dari pasar ke pasar saya cari vitamin dan makanan bergizi buat istri saya. Tapi apa daya, semua tak cukup menangkal rasa takut dan stres yang dia alami setiap kali mendengar dentuman,” kata Saif.

Dengan layanan medis yang terbatas dan makanan bergizi yang langka, kondisi kehamilan sang istri kian melemah. Dua hari sebelum waktu persalinan, mereka mendapat kabar bahwa detak jantung bayi telah berhenti.

“Kami menguburnya setelah salah satu perjalanan kehamilan paling menyakitkan yang pernah kami alami,” lirih Saif.

“Pakaian bayi itu masih terlipat rapi… menunggu seseorang yang tak akan pernah datang.”

Ledakan, Racun, dan Kehancuran di RahimKementerian Kesehatan Palestina mencatat lonjakan kasus keguguran hingga 300 persen selama agresi militer Israel ke Gaza. Lebih dari 180 bayi lahir dengan kelainan genetik yang parah.

Dr. Salah al-Kahlout, dokter spesialis kandungan di Gaza, menyebut kondisi ini sebagai “bencana sunyi” yang menghantam bahkan sebelum bayi dilahirkan.

Menurutnya, bahan kimia dan logam berat dari senjata yang digunakan Israel seperti fosfor putih dan uranium terdeplesi tidak hanya melukai tubuh manusia di permukaan, tapi juga menyusup dalam diam ke jaringan janin.

“Kami mendapati banyak kasus bayi tanpa kepala, atau dengan kelainan otak, jantung, ginjal, bahkan sumsum tulang belakang,” ujarnya kepada Al Jazeera.

“Kami tak bisa menggugurkannya karena kehamilan sudah lewat 16 minggu, dan itu berisiko tinggi bagi ibu. Jadi, kami harus menunggu sampai akhir yang menyakitkan.”

Selain senjata, gizi buruk dan kekurangan zat penting seperti asam folat dan zat besi ikut memperparah kondisi. Minimnya dokter, rusaknya laboratorium, hingga pemadaman listrik membuat pemeriksaan kehamilan nyaris mustahil dilakukan secara optimal.

Senjata Terlarang, Bukti Kejahatan Perang

Al Jazeera juga berbicara dengan dr. Alaa Hamad, ahli embriologi medis yang kini bekerja di Qatar. Ia menegaskan bahwa senjata-senjata terlarang yang digunakan di Gaza—seperti sarin, klorin, dan fosfor putih—mengandung zat kimia dan logam berat yang bisa merusak DNA manusia dan menyebabkan mutasi genetik.

“Zat ini bisa menghentikan aliran darah ke plasenta, memicu kelainan otak, atau bahkan menyebabkan kematian janin,” jelasnya.

“Sebagian dari kerusakan itu permanen dan akan membayangi anak sepanjang hidupnya.”

Hamil atau Mengandung Kematian?

Di Gaza, kehamilan bukan lagi kabar bahagia, melainkan teka-teki penuh kecemasan. Tak ada yang bisa memastikan apakah di dalam rahim seorang ibu sedang tumbuh seorang anak… atau korban berikutnya dari perang.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here