Spirit of Aqsa– Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), António Guterres, menggambarkan situasi di Gaza sebagai “mengerikan dan bencana,” serta memperingatkan bahwa kondisi yang dialami warga Palestina di sana dapat memenuhi definisi “kejahatan internasional paling serius.”
Dalam pidato yang disampaikan oleh Wakilnya, Amina Mohammed, pada konferensi bertajuk “Memperkuat Respons Kemanusiaan di Gaza” di Kairo, Senin (4/12), Guterres menyerukan kepada komunitas internasional untuk membangun dasar perdamaian yang berkelanjutan di Gaza dan seluruh Timur Tengah.
Krisis Kemanusiaan di Gaza
Guterres menyoroti memburuknya kondisi kesehatan dan kesejahteraan warga Gaza. Ia menyatakan bahwa “malnutrisi telah meluas, kelaparan mengancam, dan sistem kesehatan telah runtuh.”
Gaza kini mencatat jumlah anak-anak dengan amputasi tertinggi di dunia dibandingkan dengan jumlah penduduk. Banyak dari mereka kehilangan anggota tubuh dan menjalani operasi tanpa anestesi.
Guterres juga mengecam pembatasan ketat atas pengiriman bantuan kemanusiaan. Ia menyebut blokade Gaza sebagai “bukan hanya masalah logistik, tetapi krisis kehendak politik dan penghormatan terhadap hukum humaniter internasional.”
Kekhawatiran Badan PBB Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) mengungkapkan bahwa sejak 6 Oktober hingga 25 November 2023, semua upaya mereka untuk mengirimkan bantuan ke wilayah utara Gaza telah dicegah atau dihalangi. UNRWA menyebut lembaga mereka sebagai “tali penyelamat tak tergantikan bagi jutaan warga Palestina.”
Komisaris Jenderal UNRWA, Philippe Lazzarini, dalam pidatonya di konferensi tersebut, menekankan perlunya kerangka politik dan hukum internasional yang kuat untuk memastikan bantuan dapat masuk ke Gaza. Ia memperingatkan bahwa tanpa jaminan ini, pekerja kemanusiaan tidak akan dapat bertahan atau memberikan bantuan.
Seruan dari Gaza
Di Gaza, kantor media pemerintah meminta UNRWA untuk membatalkan keputusan penghentian pengiriman bantuan melalui perbatasan Karem Abu Salem. Mereka juga mendesak peningkatan jumlah pengiriman bantuan di tengah kebijakan blokade yang mereka sebut sebagai “senjata perang terhadap warga sipil.”
Dalam pernyataan mereka, kantor tersebut menyebut keputusan UNRWA sebagai “mengejutkan dan tidak terduga” serta menuding Israel bertanggung jawab atas konsekuensi yang ditimbulkan.
UNRWA sebelumnya menghentikan penerimaan bantuan melalui perbatasan Karem Abu Salem karena masalah keamanan, menyusul insiden pencurian truk bantuan oleh kelompok bersenjata. Gaza menuduh Israel berkolusi dengan kelompok tersebut untuk memastikan bantuan tidak sampai ke warga Palestina yang membutuhkan.
Data UNRWA menunjukkan bahwa hanya 65 truk bantuan yang berhasil masuk Gaza bulan lalu, dibandingkan dengan rata-rata 500 truk sebelum perang dimulai.
Sumber: Al Jazeera