Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengungkapkan bahwa sejak Mei lalu, lebih dari 1.500 warga Palestina di Jalur Gaza telah syahid saat berusaha mendapatkan makanan. Mereka gugur di lokasi-lokasi distribusi bantuan yang telah “dimiliterisasi” oleh Israel, termasuk di sepanjang rute-rute pengiriman bantuan kemanusiaan PBB.
Juru bicara Deputi Sekjen PBB, Farhan Haq, dalam konferensi pers di New York pada Senin (4/8), menegaskan bahwa rakyat Gaza yang sekadar mencoba bertahan hidup dengan mencari makanan justru menjadi sasaran tembak dan dibunuh. Ia mengakui bahwa PBB dan mitra-mitranya hingga kini gagal memenuhi kebutuhan tempat tinggal darurat warga Gaza. Bahkan, bahan-bahan untuk membangun tenda dan tempat berlindung tidak pernah diizinkan masuk sejak Maret lalu.
“Beberapa bantuan pangan memang sempat masuk pekan lalu, tetapi jauh dari cukup. Kelaparan, terutama di kalangan anak-anak, kini telah mencapai titik yang sangat menyedihkan,” kata Haq.
PBB kembali menyerukan gencatan senjata segera, serta menuntut agar bantuan kemanusiaan dan barang kebutuhan komersial bisa masuk Gaza tanpa hambatan apa pun.
Namun di lapangan, kenyataan berkata lain. Sejak Israel menghancurkan sisi Palestina di perbatasan Rafah, truk-truk bantuan dari Mesir tidak bisa lagi langsung masuk ke Gaza. Alhasil, semua bantuan harus dialihkan ke gerbang Karm Abu Salem, yang berada di bawah kendali penuh militer Israel. Di sana, Israel memberlakukan pemeriksaan ketat dan hanya mengizinkan sebagian kecil dari bantuan masuk, sementara ribuan truk lainnya dibiarkan menumpuk dan membusuk.
Pada 26 Juli lalu, media penyiaran resmi Israel mengungkap bahwa militer Zionis secara sengaja menghancurkan pasokan makanan, air bersih, dan bantuan medis yang semestinya disalurkan melalui lebih dari seribu truk bantuan, yang sengaja dibiarkan membusuk di Karm Abu Salem karena dicegah distribusinya.
Senin ini, Kantor Media Pemerintah di Gaza melaporkan bahwa sejak 27 Juli, Israel hanya mengizinkan 674 truk bantuan masuk ke Gaza, itu pun hanya sekitar 14 persen dari kebutuhan minimum harian Gaza yang mencapai 600 truk per hari.
Sejak dimulainya pembantaian massal pada 7 Oktober 2023, Israel tak hanya melakukan genosida terhadap rakyat Palestina, tetapi juga menjalankan kejahatan kelaparan secara sistematis. Puncaknya terjadi pada 2 Maret lalu, ketika seluruh pintu masuk bantuan ditutup total, menyebabkan kelaparan menyebar dan eskalasi krisis mencapai level “katastrofik”.
Didukung penuh oleh Amerika Serikat, agresi Israel telah menyebabkan lebih dari 210 ribu korban jiwa dan luka-luka, kebanyakan dari mereka adalah perempuan dan anak-anak. Sementara itu, lebih dari 9 ribu orang dinyatakan hilang, ratusan ribu lainnya mengungsi, dan kelaparan terus merenggut nyawa yang tak terhitung.
Sumber: Al Jazeera, Anadolu