Media Israel mengungkap detail di balik operasi penargetan terhadap Raed Saad, salah satu pimpinan Brigade al-Qassam. Surat kabar Yedioth Ahronoth melaporkan bahwa Israel baru memberi tahu Amerika Serikat sekitar 20 menit setelah operasi tersebut dilaksanakan, langkah yang disebut berisiko memicu ketegangan dengan Washington, terutama terkait potensi dampaknya terhadap kesepakatan gencatan senjata di Gaza.

Mengutip sumber-sumber keamanan, Yedioth Ahronoth menyebut tidak ada kaitan langsung antara operasi tersebut dengan tuduhan Israel mengenai pelanggaran gencatan senjata oleh Hamas pada Sabtu lalu. Laporan itu juga mencatat adanya perbedaan pandangan di internal lembaga keamanan Israel mengenai waktu dan urgensi pelaksanaan operasi tersebut.

Sebelumnya, militer Israel bersama dinas keamanan dalam negeri Shin Bet mengumumkan telah menargetkan Raed Saad melalui serangan udara di Jalur Gaza. Keduanya mengklaim Saad sebagai pimpinan unit manufaktur militer Hamas dan salah satu perancang serangan 7 Oktober 2023, serta menyatakan berhasil “menetralisasi” yang bersangkutan.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Israel Katz dalam pernyataan bersama mengatakan bahwa perintah operasi dikeluarkan sebagai respons atas ledakan bom rakitan yang melukai dua tentara Israel di wilayah yang dikuasai militer Israel di selatan Gaza. Keduanya juga menuding Raed Saad tengah berupaya menyusun ulang struktur Hamas dan merencanakan serangan lanjutan.

Hamas Mengecam

Menanggapi hal itu, Hamas mengecam keras operasi militer tersebut. Dalam pernyataannya, Hamas menyebut penargetan sebuah kendaraan sipil di sebelah barat Kota Gaza sebagai bentuk pelanggaran serius dan berulang terhadap kesepakatan gencatan senjata.

Hamas menilai tindakan tersebut mempertegas niat Israel untuk secara sistematis merusak perjanjian yang telah disepakati, sekaligus memikul tanggung jawab penuh atas segala konsekuensi yang ditimbulkannya terhadap rakyat Palestina. Gerakan itu juga mendesak para mediator dan negara-negara penjamin perjanjian agar segera bertindak menekan Israel dan menghentikan pelanggaran yang terus berlangsung.

Tahap pertama kesepakatan gencatan senjata di Gaza mulai berlaku pada Oktober lalu, setelah hampir dua tahun perang Israel yang menewaskan lebih dari 70 ribu warga Palestina dan meluluhlantakkan sebagian besar infrastruktur sipil di wilayah tersebut.

Namun, di tengah berlakunya perjanjian, Israel dilaporkan masih melakukan serangan udara berulang, mengubah titik-titik penarikan pasukan yang telah disepakati—dikenal sebagai “garis kuning”—serta terus membatasi masuknya bantuan kemanusiaan yang krusial bagi penduduk Gaza.

Sumber: Al Jazeera dan media Israel

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here