Syekh Abdul Azhim Salhab, Ketua Dewan Wakaf, Urusan, dan Situs Suci Islam di Al-Quds, wafat pada Kamis malam (13/11) dalam usia 79 tahun. Kepergiannya menutup perjalanan panjang yang ia dedikasikan sepenuhnya untuk menjaga Masjid Al-Aqsa dan mempertahankan martabat kota suci itu.

Dalam pernyataannya, Dewan Wakaf Islam mengenang Salhab sebagai “salah satu ulama paling terkemuka dan sosok setia Al-Quds,” sambil menegaskan peran pentingnya dalam melindungi situs-situs suci Islam serta memimpin kerja-kerja pemakmuran Al-Aqsa. Dewan menambahkan bahwa Salhab adalah “putra yang diratapi Al-Quds, Palestina, dan Yordania,” meninggalkan jejak kuat dalam membela kedudukan agama dan legal Al-Aqsa di tengah gempuran upaya penodaan dan serangan berulang dari pasukan pendudukan.

Perjalanan Panjang Sang Ulama

Karier Salhab bermula dari dunia peradilan syariah. Ia pernah memimpin bagian ketatausahaan Pengadilan Syariah Al-Quds, kemudian menjadi hakim syariah di sejumlah kota Palestina, hingga menduduki kursi hakim di Pengadilan Banding Syariah.

Pada 1998, ia diangkat sebagai Qadhi Al-Qudhat (Kepala Mahkamah Syariah) di Al-Quds, sebuah posisi yang menempatkannya sebagai salah satu rujukan keagamaan dan hukum paling berpengaruh di kota itu.

Setelahnya, ia dipercaya memimpin Dewan Wakaf Islam, menjadikannya figur sentral dalam berbagai momen genting terkait Al-Aqsa, termasuk menghadapi pelanggaran otoritas pendudukan dan mengelola krisis yang mengancam kedaulatan serta kelestarian situs suci tersebut.

Memakmurkan Al-Aqsa, Menjaga Institusinya

Syekh Salhab juga memainkan peran besar dalam proyek restorasi dan pemugaran kawasan Al-Aqsa. Ia terlibat langsung dalam pemeliharaan lantai Mushalla Marwani dan Mushalla Al-Aqsha Al-Qadim, serta mendorong perbaikan Kubah Shakhrah, menara-menara, halaman, hingga sekolah-sekolah wakaf di sekitar masjid.

Selain itu, ia aktif memantau perlindungan aset-aset wakaf dari ancaman perampasan dan serbuan kelompok-kelompok pemukim.

Di luar kiprahnya dalam peradilan dan lembaga wakaf, Salhab mendirikan serta memimpin Komite Ilmu dan Kebudayaan Islam yang menaungi jaringan “Madrasah Al-Iman” di Al-Quds—sebuah upaya untuk memperkuat pendidikan agama dan menjaga identitas kultural masyarakat kota suci.

Ia meninggalkan sejumlah karya ilmiah dalam bidang peradilan syariah dan administrasi wakaf.

Sumber: Al Jazeera

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here