Spirit of Aqsa, Palestina- Operasi Taufan Al-Aqsa meruntuhkan strategi zionis Israel dalam menghadapi kekuatan dari Jalur Gaza. Pakar militer menyebut operasi tersebut merupakan mengungkapkan kegagalan berbagai komponen militer dan keamanan andalan zionis Israel.
Pusat Penelitian Arab menerbitkan sebuah laporan terkait kegagalan Intelijen Militer Israel (Aman) dan Intelijen Umum (Shin Bet) dalam mengantisipasi operasi Taufan Al-Aqsa. Para intel bahkan tidak memperoleh informasi. Hal itu menandakan kegagalan besar intelijen Israel.
“Tentara Israel juga gagal melindungi permukiman dan pangkalan militernya yang terletak di dekat Jalur Gaza, yang melumpuhkan kepemimpinan militer dan politik Israel serta menyebabkannya kehilangan keseimbangan. Kegagalan tersebut semakin meningkat dan menyebabkan intervensi yang sangat lambat terhadap upaya Israel untuk memulihkan situs militer Israel dan permukiman yang dikuasai pejuang Palestina,” tulis laporan itu, dikutip Palinfo.
Dalam laporan Al Jazeera, Al-Qassam berhasil melumpuhkan militer Israel dalam operasi itu. Hal itu menciptakan kebingungan di pihak militer Israel, bahkan negara-negara pendukung zionis.
Selama sepekan terakhir, pers dan opini publik di Israel sibuk menjelaskan realitas serangan tersebut, yang dalam hitungan menit berhasil menghancurkan fondasi teori keamanan Israel yang didasarkan pada tiga pilar: “kekuatan pencegahan, tembok, dan propaganda Israel. Ditambah tentara yang tak terkalahkan.”
Israel di Dasar Jurang
Pers Israel melaporkan, para petinggi zionis Israel berusaha keras memperbaiki kegagalan dan kekalahan mereka yang menyedihkan. Operasi itu juga menempatkan PM Benjamin Netanyahu pada posisi dilematis di hadapan rakyatnya sendiri dan opini publik Israel
Menurut para pengamat yang diwawancarai oleh Al Jazeera, ketidakmampuan Netanyahu terletak pada upayanya menampilkan pemerintahan sayap kanan sebagai satu-satunya usaha yang bisa memberikan keamanan bagi Israel.
Oleh karena itu, dalam menghadapi guncangan hebat tersebut, para pemimpin politik dan militer Israel berusaha mencari jalan keluar untuk memulihkan sebagian wajah mereka. Itu pula yang menjadi alasan Israel menyatakan perang sejak hari pertama dan menempatkan sipil Gaza sebagai target utama.
Pengamat: Israel tak Bisa Lagi Bangun Kekuatan
Dalam laporan Al Jazeera, “warga Israel” percaya pemerintah sayap kanan Israel tidak mampu mendapatkan kembali kekuatan. Puluhan ribu tank, jet tempur, rudal, dan kapal perang tidak akan memadamkan “cahaya kemenangan” yang dicapai oleh pejuang Al-Qassam.
Perwakilan Knesset dari Partai Likud yang berkuasa, Tali Gottliff, menggunakan istilah “memulihkan martabat Israel,” ketika dia mengatakan, “Hanya dengan tanah. Sebaliknya, itu menghancurkan Gaza, meratakannya dengan tanah, dan menyerangnya tanpa ampun.”
Berdasarkan hal ini dan dalam upaya untuk menghapus “rasa malu karena kalah,” Netanyahu membentuk pemerintahan darurat, dan Menteri Pertahanan mengumumkan pemanggilan lebih dari 300.000 pasukan cadangan sebagai persiapan untuk melancarkan perang di Jalur Gaza.
Zionis Israel bertemu dan menugaskan “kabinet” politik dan keamanan yang terdiri dari 11 menteri, untuk membuat keputusan untuk melancarkan perang atau operasi militer besar-besaran.
Serangan Darat
Invasi darat ke Jalur Gaza menimbulkan risiko besar bagi tentara Israel, karena mereka harus terlibat dalam pertempuran dari rumah ke rumah di lingkungan pemukiman. Apalagi, wilayah Gaza tidak mendukung bagi tentara Israel.
Misalnya, dalam agresi Israel di Gaza pada 2014, brigade infanteri Israel menderita kerugian besar di lingkungan Shujaiya akibat ranjau anti-tank, penembak jitu, dan penyergapan. Al-Qassam dan faksi perjuangan lain sudah mempersiapkan hal itu. Makanya, misi invasi darat ke Gaza merupakan misi mustahil mencapai kemenangan bagi Israel. Itu karena para pejuang mempunyai ranjau darat, mampu menyergap, jaringan pejuang di mana-mana, terowongan, bahkan kendaraan lapis baja.
Di sisi lain, Al-Qassam datang dengan semangat perjuangan tinggi dan cita-cita mati syahid. hal tersebut diungkapkan oleh analis militer di Koran Yedioth Ahronoth, Yossi Yehoshua.
Perang darat akan memungkinkan Al-Qassam memimpin jalannya pertempuan. Al-Qassam bisa menyergap tentara Israel dari belakang, bahkan dari terowongan. Terowongan tersebar di mana-mana yang sama sekali tidak diketahui oleh tentara Israel. Artinya, invasi darat hanya akan merugikan Israel dan memberikan kemenangan kepada pejuang di Gaza.
Sumber: Palinfo dan Al Jazeera