Spirit of Aqsa- Puluhan syahid dan terluka dalam serangan udara Israel yang menargetkan sekelompok warga di Kota Gaza. Pesawat-pesawat tempur Israel menembaki sekelompok warga sipil yang berkumpul mencoba menangkap sinyal komunikasi dan internet di persimpangan Jalan al-Jalaa dan al-Oyoun di kota tersebut.

Kantor berita WAFA melansir, serangan itu menimbulkan kematian dan cidera pada puluhan orang, termasuk beberapa orang yang mengalami luka serius. Menurut sumber medis, tiga jenazah tiba di Rumah Sakit Baptis Al-Ahli dalam keadaan tercabik-cabik.

Tiga warga sipil lainnya syahid dan lainnya terluka dalam serangan udara Israel yang menargetkan kendaraan sipil di utara Jalur Gaza yang terkepung. Tentara Israel telah berulang kali memutus saluran komunikasi di Gaza sejak memulai serangan pada 7 Oktober 2023 lalu. Saat ini, hanya sejumlah titik di mana tersedia sinyal komunikasi.

Tentara Israel juga telah menyigar Gaza menjadi dua bagian di utara dan selatan serta menduduki koridor Netzarim di tengahnya. Hal ini membuat telekomunikasi jadi instrumen penting bagi warga Gaza untuk mengetahui nasib keluarga mereka di belahan yang berbeda.

Menurut WAFA, drone Israel juga menargetkan dengan setidaknya satu rudal sebuah kendaraan di al-Fallujah sebelah barat kamp pengungsi Jabalia di Gaza utara, yang mengakibatkan gugurnya tiga orang dan melukai lainnya.

Pesawat tempur Israel membombardir blok perumahan milik keluarga al-Zain di Beit Lahia di utara Jalur Gaza, menewaskan dan melukai beberapa warga sipil. Seorang warga sipil juga syahid dalam serangan udara Israel di Jalan Aed al-Bashiti di pusat kota Rafah di selatan.

Sejumlah besar pengungsi juga terluka setelah menjadi sasaran penjajah Israel di klinik UNRWA di kamp pengungsi Jabaliya. Penembakan itu juga menargetkan sekelompok jurnalis di kamp tersebut, namun tidak ada korban luka yang dilaporkan.

Aljazirah melansir, serangan Israel yang menargetkan klinik UNRWA di lingkungan Sabra Kota Gaza, menewaskan sedikitnya 10 warga Palestina yang menjadi pengungsi.

“Ibu saya (yang mengungsi di klinik) sering mengatakan kepada saya, ‘Jangan datang kepada kami, Nak. Kebutuhan kami tercukupi, cari aman’… Saya terbangun karena mendengar berita tentang pengeboman tersebut, jadi saya bergegas ke klinik dan menemukan ibu saya dalam keadaan hancur dan ayah saya terbaring di sampingnya. Semoga Tuhan mengampuni jiwa mereka,” tutur Samir Shaaban, yang kehilangan orang tuanya dalam serangan itu.

“Kami sedang tidur, dan tidak ada pejuang perlawanan di sini seperti yang mereka klaim. Tiba-tiba kami melihat lampu merah dari roket menimpa kami,” ujar Mohammed al-Qayed, yang selamat dari pemboman tersebut, mengatakan.

Al-Qayed menunjuk ke daerah-daerah di mana orang meninggal, dan mencatat bahwa ada anak-anak di antara para syuhada. “Jika kami berada di atas, kami juga termasuk di antara para syuhada”.

Menurut WAFA, penjajah Israel melakukan lima pembantaian terhadap keluarga di Jalur Gaza selama 24 jam terakhir, yang mengakibatkan terbunuhnya enam puluh warga sipil dan melukai 80 lainnya, menurut sumber medis.

Sumber mengkonfirmasi bahwa sejumlah korban masih terjebak di bawah reruntuhan dan berserakan di jalan karena tim ambulans dan pertahanan sipil menghadapi kesulitan untuk menjangkau mereka akibat penembakan Israel yang tiada henti.

Jumlah syuhada di Gaza sejak dimulainya agresi Israel di Jalur Gaza pada 7 Oktober 2023 kini melonjak menjadi 35.233 orang. Sekitar 79.141 orang terluka.

Farhan Haq, juru bicara Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, menyatakan bahwa serangan Israel ke Rafah telah memaksa lebih dari setengah juta orang mengungsi. “Sampai hari ini, sekitar 600.000 orang, seperempat populasi Gaza, telah mengungsi dari Rafah sejak tanggal 6 Mei seiring dengan berlanjutnya operasi darat Israel di sana,” katanya.

Selain itu, Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB telah mengeluarkan informasi terkini mengenai pengungsian warga Palestina dari kota Gaza selatan. “Pada 14 dan 15 Mei, militer Israel mengeluarkan dua perintah evakuasi baru untuk seluruh atau sebagian dari 19 lingkungan di Gaza utara, sehingga jumlah perintah yang dikeluarkan sejak 6 Mei di Rafah dan Gaza utara menjadi lima”, kata pembaruan tersebut.

Dari hampir 600.000 pengungsi sejak 6 Mei, menurut data PBB, sekitar 150.000 dari jumlah tersebut telah meninggalkan Rafah dalam 48 jam terakhir. Tentara Israel terus memindahkan pasukan darat ke Rafah, meskipun ada peringatan dari AS dan sekutu terdekatnya.

Dengan ratusan ribu warga Palestina yang melarikan diri dari pertempuran di Gaza dan jumlah syuhada yang melonjak, beberapa pihak berpendapat bahwa situasi saat ini lebih buruk daripada “bencana” tahun 1948.

“Nakba kami… adalah yang terburuk yang pernah ada. Ini jauh lebih sulit daripada Nakba tahun 1948,” kata Mohammed al-Farra, yang keluarganya meninggalkan rumah mereka di Khan Younis menuju wilayah pesisir al-Mawasi.

Sekitar 1,7 juta orang harus meninggalkan rumah dan tempat perlindungan mereka sejak perang dimulai pada bulan Oktober.

Hari Nakba, yang jatuh pada tanggal 15 Mei setiap tahun, memperingati pengungsian warga Palestina yang kejam dari tanah mereka ketika Negara Israel didirikan. Lebih dari 700.000 orang mengungsi dan diusir pada saat itu.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here