Kisah Umm Nasser Rajabi, perempuan sepuh dari Batin al-Hawa, Al-Quds, merangkum nestapa rakyat Palestina hari ini. Sejak 1968, ia tinggal di rumah yang penuh kenangan: tempat ia melahirkan dan membesarkan 11 anak. Namun kini, rumah itu dirampok oleh teroris Israel untuk diberikan kepada para pemukim Israel.

Bertahun-tahun Umm Nasser hidup dalam teror harian. Setiap malam, lampu sorot para penjaga pemukim menyusup ke kamarnya, membongkar privasi bahkan saat ia shalat malam. Semua upaya sabarnya untuk bertahan berakhir sia-sia: Mahkamah Agung Israel memerintahkan pengosongan final.

Tak hanya Umm Nasser. Tiga keluarga lainnya di Batin al-Hawa juga mendapat perintah serupa bulan ini. “Sejak serangan 7 Oktober 2023, warga Palestina tak punya ruang untuk melawan. Mereka diusir puluhan orang sekaligus,” tutur Zuhair Rajabi, Ketua Komite lingkungan.

Di Um Tuba, 18 bangunan mendadak didaftarkan atas nama “Dana Nasional Yahudi” tanpa sepengetahuan warga. Puluhan keluarga kaget, hak mereka dihapus tanpa peringatan. “Tanah kami diwariskan secara sah dari leluhur,” kata Mukhtar Um Tuba, Aziz Abu Tair.

Di desa al-Naaman, seluruh 45 rumah dihantui surat perintah pembongkaran. Pemerintah kota menuntut pembongkaran “ilegal” padahal warga tak pernah diberi izin mendirikan bangunan sejak aneksasi 1967.

Organisasi HAM Israel, Ir Amim, menyebut langkah-langkah ini sebagai “pembongkaran sistematis komunitas Palestina”. Dengan dalih hukum, Israel mempercepat proyek pemukiman sambil melenyapkan jejak rakyat asli.

Peneliti Ir Amim, Aviv Tatarsky, menegaskan, “Pengusiran ini bukan murni soal hukum, ini murni politik. Warga Palestina di Yerusalem tak punya perlindungan apa pun.”

Kini, lebih dari 300 jiwa hanya menunggu hari diusir. Rumah-rumah yang diwariskan turun-temurun kini menjadi target di tengah hiruk-pikuk perang. Warga hanya menuntut satu hal: hak untuk tetap tinggal di tanah leluhur mereka.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here