Spirit of Aqsa, Palestina – Parlemen Israel, Senin (5/7), akan mengadakan pemungutan suara untuk memutuskan apakah akah memperbarui undang-undang (UU) sementara yang melarang warga negara Arab Israel untuk memperpanjang kewarganegaraan atau bahkan memberi izin tingggal kepada pasangan dari Tepi Barat dan Gaza. Legislasi tersebut pertama kali diberlakukan pada 2003
Para kritikus kebijakan itu, termasuk dari banyak anggota parlemen sayap kiri dan Arab, mengatakan langkah itu adalah tindakan rasis yang bertujuan membatasi perkembangan minoritas Arab Israel.
Sementara para pendukung mengatakan UU tersebut diperlukan untuk alasan keamanan dan melestarikan karakter Yahudi Israel.
Undang-undang tersebut menciptakan serangkaian kesulitan bagi keluarga Palestina yang tinggal di Tepi Barat dan Gaza, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Selasa (6/7/2021).
Kedua wilayah tersebut diperebutkan pada perang 1967 dan Palestina mengingkan kedua wilayah itu untuk negaranya di masa depan, sebagaimana dilansir dari Associated Press, Senin (5/7).
Partai-partai sayap kanan yang dominan di Israel sangat mendukung UU tersebut, dan UU itu telah diperbarui setiap tahun sejak diundangkan.
Namun, pemerintahan baru Israel juga mencakup penentang tindakan tersebut. Sementara itu, oposisi sayap kanan yang dipimpin oleh mantan perdana menteri Benjamin Netanyahu telah memperingatkan tidak akan memberikan suara yang diperlukan untuk memperbarui undang-undang.
Tujuannya untuk mempermalukan pemerintah baru Israel.
Hukum Kewarganegaraan dan Izin Masuk ke Israel diberlakukan sebagai tindakan sementara pada 2003, pada puncak intifada kedua, atau pemberontakan.
Saat itu orang-orang Palestina melancarkan sejumlah serangan mematikan di Israel. Para pendukung mengatakan orang-orang Palestina dari Tepi Barat dan Gaza yang diduduki rentan terhadap perekrutan oleh kelompok bersenjata dan pemeriksaan keamanan saja tidak cukup.
Undang-undang tersebut telah diperbarui bahkan setelah pemberontakan mereda pada 2005 dan jumlah serangan menurun drastis.
Hari ini, Israel mengizinkan lebih dari 100.000 pekerja Palestina dari Tepi Barat untuk masuk ke wilayahnya secara berkala.
Karena undang-undang tersebut, warga Arab hanya memiliki sedikit peluang untuk membawa pasangan dari Tepi Barat dan Gaza ke Israel. Kebijakan tersebut mempengaruhi ribuan keluarga.
Hukum tidak berlaku untuk hampir 500.000 pemukim Yahudi yang tinggal di Tepi Barat, yang memiliki kewarganegaraan penuh Israel. Di bawah Hukum Pengembalian Israel, orang Yahudi yang datang ke Israel dari mana saja di dunia memenuhi syarat untuk kewarganegaraan. (Liputan6)