Suasana di kapal mulai berubah sejak insiden pertemuan dengan drone semalam. Ada ketegangan baru yang terasa, seolah angin laut membawa pesan peringatan.

Rutinitas perlahan terbentuk. Usai sarapan, para relawan dari berbagai negara menjalani latihan intensif di bawah terik matahari dan ombak yang lebih tenang. Latihan darurat kebakaran dan prosedur meninggalkan kapal dilakukan—bagi sebagian dari mereka, ini adalah pertama kalinya mengenakan jaket pelampung dan berhadapan langsung dengan kerasnya kehidupan di laut.

Setelah itu, ada rapat pembagian makanan. Seorang relawan mengingatkan dengan lantang, “Ingat, ada rakyat Gaza yang kelaparan.” Kalimat sederhana itu menjelma kompas moral yang mengikat 24 orang di kapal ini—sebuah pengingat bahwa misi ini lebih besar dari sekadar perjalanan, tapi tentang kemanusiaan.

Lalu dimulai latihan terpenting: bagaimana merespons jika kapal mereka dicegat pasukan Israel di perairan internasional. Relawan kembali mengingat prinsip yang mereka pelajari di Barcelona: tidak ada kekerasan, tidak menyentuh tentara Israel, dan tangan harus selalu terlihat. Satu langkah saja keluar dari jalur non-kekerasan bisa merenggut nyawa.

“Rasanya aneh harus berlatih seperti ini, tapi apa pun layak dilakukan demi solidaritas dengan Palestina,” ujar Isla, relawan 24 tahun asal Australia, yang ikut berlayar bersama ibu dan adiknya di kapal lain dalam armada.

Latihan tak berhenti sampai di situ. Sore dan malam hari dijadwalkan untuk persiapan lanjutan, dengan satu keyakinan yang sama: drone akan kembali mengitari langit mereka.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here