Spirit of Aqsa- Reuters mengutip analisis data dari Kementerian Kesehatan Gaza yang menunjukkan bahwa seperempat dari total syuhada adalah anak-anak di bawah usia 12 tahun. Selain itu, 1.200 keluarga telah dimusnahkan secara total.

Reuters juga mencatat bahwa jumlah laki-laki berusia 15 hingga 65 tahun yang menjadi korban setara dengan perkiraan Israel mengenai jumlah pejuang Hamas yang mereka klaim telah mereka bunuh.

Kementerian Kesehatan di Gaza mengumumkan, jumlah syuhada akibat perang genosida Israel di Jalur Gaza telah meningkat menjadi 48.388 orang sejak 7 Oktober 2023.

Dalam laporan statistiknya mengenai syuhada dan korban luka di Gaza, kementerian menyatakan, “Dalam 48 jam terakhir, rumah sakit di Gaza menerima 23 syuhada, termasuk 21 jenazah yang dievakuasi dari bawah reruntuhan, 2 syuhada baru, serta 23 korban luka.”

Kementerian juga mencatat bahwa total korban agresi Israel sejak 7 Oktober 2023 telah mencapai 48.388 syuhada dan 111.803 korban luka.

Disebutkan pula bahwa masih terdapat sejumlah korban yang tertimbun di bawah reruntuhan serta tergeletak di jalanan, namun tim medis dan penyelamat kesulitan menjangkau mereka akibat keterbatasan peralatan.

Meskipun ada kesepakatan gencatan senjata di Gaza, tentara Israel terus menargetkan warga Palestina dengan serangan udara dan tembakan drone, yang menyebabkan lebih banyak korban syahid dan luka-luka.

Sementara itu, evakuasi jenazah warga Palestina yang telah gugur selama lebih dari 15 bulan genosida masih berlanjut, meskipun peralatan untuk mengangkat reruntuhan sangat terbatas.

Kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tawanan antara Hamas dan Israel mulai berlaku pada 19 Januari 2024, dengan tiga tahap yang masing-masing berlangsung 42 hari, dimediasi oleh Qatar dan Mesir serta didukung oleh Amerika Serikat.

Tahap pertama kesepakatan ini berakhir pada Sabtu ini, namun negosiasi untuk memasuki tahap kedua masih menemui jalan buntu. Seharusnya, perundingan tahap kedua dimulai pada hari ke-16 dari tahap pertama, tetapi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menghalanginya.

Netanyahu khawatir jika tahap kedua—yang mencakup penghentian total perang genosida dan penarikan penuh tentara Israel dari Gaza—dijalankan, maka koalisi pemerintahannya bisa runtuh.

Hal ini karena kabinetnya didominasi oleh menteri-menteri sayap kanan yang menolak langkah tersebut.

Sumber: Al Jazeera

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here