PENDUDUK Kota Khan Yunis setiap hari menghadapi kekejaman penjajah teroris Israel. Warga kota yang terletak di ujung barat daya Gaza ini terpaksa mengungsi, membawa apa yang tersisa dari harta benda mereka. Para pengungsi berlindung di rumah kerabat atau teman, sementara yang lain mendirikan tenda di jalanan dan sekolah-sekolah di tengah kondisi kemanusiaan yang sulit.
Kota terbesar kedua di Gaza setelah Kota Gaza itu telah menjadi sasaran serangan udara dan artileri sejak awal pembantaian, diikuti oleh invasi darat. Penjajah Israel telah melakukan pembantaian terhadap warga sipil di kota ini, menghancurkan infrastruktur seperti jalan, rumah sakit, bangunan tempat tinggal, sekolah, dan lainnya.
Beberapa hari lalu, tentara Israel mengeluarkan perintah untuk mengosongkan lebih banyak distrik di kota tersebut, untuk keempat kalinya dalam waktu kurang dari seminggu. Perintah ini merupakan persiapan untuk menghancurkan sisa-sisa kota dan melanjutkan invasi darat.
Pembantaian oleh penjajah teroris Israel di kota ini bukanlah hal baru. Sejak mereka menguasai kota tersebut pada 1956, tentara Israel telah melakukan pembantaian yang dikenal sebagai Pembantaian Khan Yunis.
Kota yang telah menyaksikan banyak pertempuran ini, dan menjadi titik awal Intifada Batu, kini menjadi pusat pertempuran darat antara tentara penjajah Israel dan faksi-faksi perlawanan. Warga yang tersisa terus mengungsi, mencari tempat yang lebih aman.
“Mereka mengungsi untuk menghindari ancaman pengeboman yang tak terelakkan dari Israel (4 Agustus/Europea).”
“Mengungsi ke mana hari ini? (11 Agustus/Reuters)”
“Perhatikan baik-baik teman yang tersisa, karena kami akan pergi ke tempat yang tidak memiliki ingatan bagi kami (4 Agustus/Europen).”
“Kami pergi dari sini dan menuju ke sana, di mana tidak ada ketenangan di Gaza hari ini, ke manapun kami pergi (11 Agustus/Reuters).”
“Memohon kepada Allah Yang Maha Kuasa untuk kesabaran dalam menghadapi kehilangan orang-orang tercinta dan meninggalkan tempat yang penuh kenangan mereka (13 Agustus/Reuters).”
“Mereka menangis, meninggalkan Khan Younis yang tak ingin mereka tinggalkan, berharap dapat abadi dalam kedalaman tanahnya untuk selamanya (13 Agustus/Reuters).”
“Aku, Rim Abu Heya, selamat dari serangan Israel dengan keajaiban, kini berada di Rumah Sakit Nasser. Namun, aku bertanya-tanya, ke mana arah pengungsian ini? Apakah ada keamanan di dunia yang asing ini? Sejak aku membuka mataku, yang kulihat hanyalah perang (13 Agustus/Reuters).”
Dalam pencarian perlindungan, kami pergi mencari tempat berteduh, namun perlindunganku sejatinya berada dalam pelukannya (11 Agustus/Reuters).
Apakah tenda-tenda ini akan menjadi sasaran Israel? (11 Agustus/Reuters).
Di antara reruntuhan, kami merenung, bertanya-tanya: Apakah ini pandangan terakhir atau haruskah kami berharap untuk saat kembali? (13 Agustus/Europa).