Spirit of Aqsa, Palestina-  Duta Besar Afrika Selatan untuk Belanda, Vusimuzi Madonsela, menegaskan, Israel mempraktikkan bentuk apartheid yang lebih ekstrim di wilayah Palestina dibandingkan apa yang dihadapi Afrika Selatan sebelum 1994.

“Kami sebagai warga negara Afrika Selatan merasakan, melihat, mendengar dan merasakan secara mendalam kebijakan dan praktik diskriminatif yang tidak manusiawi dari rezim Israel sebagai bentuk apartheid yang lebih ekstrim yang telah dilembagakan terhadap orang kulit hitam di negara saya,” kata Madonsela saat mengajukan kasus Apartheid Israel ke Mahkamah Internasional pada Selasa (21/2/2024).

Tanggapan tersebut muncul dalam sidang di hadapan Mahkamah Internasional, yang menyaksikan partisipasi 52 negara untuk memberikan “pendapat penasehat” yang tidak mengikat mengenai dampak hukum pendudukan Israel di wilayah Palestina sejak 1967.

Madonsela menekankan perlunya menghentikan pendudukan dan apartheid Israel. Hal itu mengingat keengganan masyarakat internasional untuk meminta pertanggungjawaban Israel. Menurut dia, Israel yang terus dibiarkan mendorong untuk melakukan kejahatan lain.

Dalam konteks terkait, dengar pendapat ini dilakukan mengingat meningkatnya tekanan hukum terhadap pendudukan akibat agresi di Gaza dan serangan yang diakibatkannya. Sementara Tel Aviv menolak untuk berpartisipasi dalam dengar pendapat tersebut.

Dalam perkembangan lain dalam kasus ini, Afrika Selatan mengajukan tuduhan bahwa Israel telah melewati “ambang batas baru” dengan melakukan “kejahatan di atas kejahatan, genosida,” sebagai akibat dari keengganan masyarakat internasional untuk meminta pertanggungjawaban Israel atas kebijakan dan praktiknya.

Hal ini terjadi dalam rangka upaya internasional untuk memberikan tekanan kepada Israel terkait situasi di wilayah Palestina.

Sementara, Peter Andreas Stemmett, pengacara yang mewakili Afrika Selatan, mengatakan, “mencegah apartheid dan diskriminasi rasial adalah suatu keharusan dalam hukum internasional yang mewajibkan semua negara, termasuk negara pendudukan.”

Dia menambahkan: “Pengabaian Israel dan kurangnya rasa hormat terhadap prinsip-prinsip ini menjadikan pendudukan tersebut ilegal pada hakikat dan landasannya.”

Kasus ini muncul sebagai bagian dari permintaan Majelis Umum PBB agar pengadilan internasional mempertimbangkan “konsekuensi hukum” dari pendudukan Israel sejak 1967.

Pada sesi pertama sidang, para pejabat Palestina memberikan kesaksian yang menyebut Israel menjalankan sistem “kolonisasi dan apartheid” di wilayah tersebut, dan menuntut diakhirinya pendudukan dan berupaya mencapai keadilan dan akuntabilitas.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here