Mantan Perdana Menteri Israel, Ehud Olmert, menyatakan bahwa mayoritas warga Israel menginginkan perang dihentikan, bantuan kemanusiaan segera masuk ke Gaza, dan pasukan Israel ditarik karena wilayah tersebut adalah tanah milik rakyat Palestina. Menurutnya, hanya mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang punya kekuatan untuk memaksa Israel mengakhiri agresi.
Dalam wawancara eksklusif bersama Al Jazeera Mubasher, Olmert menegaskan bahwa dukungan Amerika Serikat dan negara-negara Eropa terhadap respons Israel pasca serangan 7 Oktober 2023, pada awalnya dilandasi prinsip “hak membela diri”. Namun, ia menambahkan, “Itu delapan belas bulan lalu. Hari ini, kita butuh menghentikan perang, membebaskan para tawanan melalui pertukaran tahanan, dan menarik pasukan dari Gaza karena wilayah itu milik Palestina.”
Olmert memperingatkan bahwa melanjutkan perang hanya akan membahayakan nyawa para sandera Israel dan memperpanjang pembantaian terhadap warga sipil Palestina. Ia menegaskan pentingnya menghentikan segala bentuk kekerasan, terutama terhadap warga yang tidak terlibat dalam peristiwa 7 Oktober.
Mantan perdana menteri itu juga mengungkapkan bahwa utusan khusus AS, Steve Wietkopf, menyampaikan padanya bahwa inisiatif diplomatik yang sedang dijalankan akan membantu mencapai kesepakatan pertukaran tawanan dan membuka jalan menuju penyelesaian konflik historis antara Israel dan Palestina.
Olmert secara terbuka menyerukan agar Israel segera membentuk pemerintahan baru. Ia menegaskan bahwa Perdana Menteri Benjamin Netanyahu—yang kini diburu Pengadilan Kriminal Internasional—serta dua menteri sayap kanan ekstrem, Itamar Ben-Gvir (Keamanan Nasional) dan Bezalel Smotrich (Keuangan), tidak mewakili aspirasi rakyat Israel.
“Ben-Gvir dan Smotrich adalah teroris,” tegasnya. “Mereka tak kalah berbahaya dibanding musuh eksternal Israel.” Ia juga menyebutkan bahwa sebagian besar warga Israel tidak sepakat dengan dua tokoh ekstrem kanan tersebut. “Mereka ingin perang dihentikan, bantuan dikirim ke warga Gaza, dan pasukan ditarik dari sana. Gaza adalah tanah Palestina,” tambahnya.
Menurut Olmert, hanya Donald Trump yang memiliki pengaruh cukup besar untuk memaksa Netanyahu menghentikan agresi dan menyepakati pertukaran sandera. Ia juga menyerukan agar semua pejabat yang terlibat atau lalai dalam tragedi 7 Oktober dikeluarkan dari pemerintahan.
“Tidak ada alasan logis maupun tujuan militer yang bisa membenarkan kelanjutan perang ini,” katanya. Ia juga mengutip kembali informasi dari Wietkopf bahwa rencana baru AS akan mencakup pemulangan para sandera.
Olmert menegaskan bahwa hanya gencatan senjata yang bisa menjamin kembalinya para tawanan dari Gaza. “Dukungan terhadap perang ini terus menurun. Semakin banyak suara yang menyerukan diakhirinya kekerasan,” ujarnya yakin. “Saya yakin, kita akan mengalahkan pemerintahan Netanyahu. Ia pasti kalah jika pemilu digelar dalam waktu dekat.”
Di akhir wawancara, Olmert menegaskan bahwa solusi dua negara adalah satu-satunya jalan menuju perdamaian abadi, dan mendirikan negara Palestina merdeka dengan ibu kota di Al-Quds Timur adalah bagian dari solusi itu. “Tangan Ben-Gvir berlumuran darah. Orang seperti dia tak pantas berada dalam pemerintahan mana pun di negara demokratis.”
Sebelumnya, dalam tulisannya di Haaretz berjudul “Cukup Sudah!”, Olmert juga menyerukan dihentikannya genosida yang sedang berlangsung di Gaza.
Sumber: Al Jazeera