Spirit of Aqsa, Palestina- Sebuah dokumen zionis Israel yang bocor ke publik menunjukkan rencana relokasi massal 2,3 juta penduduk Gaza ke Semenanjung Sinai, Mesir. Dokumen ini memicu kekhawatiran akan kemungkinan terjadinya pembersihan etnis terhadap warga Palestina. 

Mengutip CBC News, Kamis (2/11), dokumen yang pertama kali dilaporkan oleh media Israel tersebut disusun oleh sebuah badan penelitian otoritas Israel yang dikenal sebagai Kementerian Intelijen tertanggal 13 Oktober, enam hari setelah Israel menyatakan perang. Meskipun dokumen ini bukan sebuah kebijakan yang mengikat, hal ini memperdalam kekhawatiran lama Mesir bahwa Israel ingin menjadikan Gaza sebagai masalah Mesir dan menghidupkan kembali ingatan warga Palestina pada 1948 silam. 

Peristiwa tersebut, yang dikenal sebagai peristiwa Nakba, merupakan pengungsian ratusan ribu orang yang melarikan diri atau dipaksa keluar dari rumah mereka selama pertempuran di sekitar pembentukan “negara” Israel pada 1948. Nakba berarti malapetaka dalam bahasa Arab.
“Apa yang terjadi pada tahun 1948 tidak akan dibiarkan terjadi lagi,” kata juru bicara Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Nabil Abu Rudeineh, seperti dikutip CBC. Ia mengatakan bahwa pemindahan massal warga Palestina sama saja dengan mendeklarasikan perang baru.

Dokumen yang tersebut awalnya berbahasa Ibrani dan telah diterbitkan oleh situs Israel +972 Magazine dalam bahasa Inggris. Dokumen tersebut menguraikan tiga opsi mengenai penduduk sipil Gaza. Salah satu opsi tersebut adalah penduduk sipil tetap tinggal di Gaza di bawah kekuasaan Otoritas Palestina, yang diusir dari Gaza setelah perang pada tahun 2007 dan menjadikan Hamas berkuasa. 

Sementara itu, opsi kedua menyarankan upaya untuk membangun kepemimpinan politik ”non-Islamis Arab lokal” untuk mengatur penduduk. 

Tak satu pun dari opsi-opsi ini dianggap sebagai strategi yang layak untuk menciptakan perubahan ideologis dan menghalangi militansi di masa depan melawan Israel. Adapun dokumen tersebut menunjukkan opsi ketiga, atau evakuasi warga sipil di Gaza ke Sinai, akan memberikan hasil strategis jangka panjang yang positif bagi Israel. Dokumen ini juga tidak mengindikasikan bahwa ini akan menjadi relokasi sementara. 

“Pada tahap pertama, kota-kota tenda akan didirikan di daerah Sinai. Tahap berikutnya termasuk pembentukan zona kemanusiaan untuk membantu penduduk sipil Gaza dan pembangunan kota-kota di daerah pemukiman kembali di Sinai utara,” tulis dokumen tersebut. 

Meningkatnya Sentimen tentang Gaza 

Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan dokumen tersebut hanyalah makalah konsep yang disiapkan di semua tingkat pemerintahan dan badan-badan keamanan. Namun, laporan itu tidak berdiri sendiri. Lembaga think-tank Israel Misgav Institute for National Security and Zionist Strategy merilis sebuah makalah yang menyimpulkan bahwa situasi ini memberikan “kesempatan unik dan langka untuk mengevakuasi seluruh Jalur Gaza dengan berkoordinasi dengan pemerintah Mesir.” 

“Saat ini, kondisi-kondisi ini ada, dan tidak jelas kapan kesempatan seperti itu akan muncul lagi, jika memang ada,” demikian bunyi makalah tersebut. Para pejabat Israel dan tokoh-tokoh politik lainnya secara terbuka mengungkapkan sentimen serupa, menurut sebuah artikel dari Carnegie Endowment for International Peace. 

Pembersihan Etnis Palestina?

Dokter dan Politisi Palestina Mustafa Barghouti mengatakan mengusir warga Palestina keluar dari Gaza ke Sinai akan menjadi “pembersihan etnis. Ia percaya bahwa tidak ada kesempatan bagi mereka untuk kembali dan hal itu akan menjadi preseden yang sangat berbahaya bagi seluruh warga Palestina. “Tujuan akhirnya bukan hanya pembersihan etnis di Gaza, tapi juga di Tepi Barat. Kita sudah melihat serangan pemukim teroris (warga Israel) terhadap komunitas Palestina di Tepi Barat,” katanya kepada CBC News. 

Pembersihan etnis adalah istilah yang muncul selama perang di bekas negara Yugoslavia pada 1990-an. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendefinisikan pembersihan etnis sebagai kebijakan yang disengaja yang dirancang oleh satu kelompok etnis atau agama untuk menyingkirkan penduduk sipil dari kelompok etnis atau agama lain dari wilayah geografis tertentu dengan cara-cara yang penuh kekerasan dan teror. 

Hal ini tidak diakui sebagai kejahatan yang berdiri sendiri di bawah hukum internasional. Atribut-atribut pembersihan etnis termasuk pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, deportasi, pemenjaraan, penyiksaan, dan pemerkosaan dapat menjadi kejahatan lain di bawah hukum internasional, seperti kejahatan terhadap kemanusiaan atau genosida.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here