Provokasi baru datang dari kabinet ekstremis Israel. Menteri Warisan Israel, Amichai Eliyahu, secara terang-terangan menyerukan penggunaan kelaparan sebagai senjata perang terhadap rakyat Palestina di Jalur Gaza.

Dalam sebuah wawancara dengan Channel 7 Israel, Eliyahu menyarankan pengeboman gudang makanan dan bahan bakar, demi memaksa warga Gaza keluar dari tanah mereka melalui kelaparan dan penderitaan.

“Tidak ada masalah mengebom gudang bahan bakar dan makanan. Warga Gaza harus kelaparan,” ujar Eliyahu, sambil menyebut bahwa wacana bantuan kemanusiaan hanyalah “pelemah kekuatan tempur” yang tak ada hubungannya dengan nilai-nilai Yahudi.

Menteri dari partai ultranasionalis Otzma Yehudit ini tak hanya mempromosikan kelaparan, tetapi juga menyerukan serangan militer besar-besaran ke Gaza, sambil mengecam setiap bentuk tekanan internasional.

“Jika dunia menekan kita, kita harus membuka pintu neraka bagi mereka, seperti kata Trump,” tambahnya.

Kelaparan Sebagai Senjata Genosida

Eliyahu dengan tegas mendorong Israel untuk menghentikan sepenuhnya bantuan kemanusiaan, karena menurutnya, memberi makan warga Gaza sama saja dengan memperkuat lawan.

Ia bahkan menyarankan agar pemerintah mendorong program migrasi paksa dengan dalih bahwa rakyat Gaza “memberi kekuatan” kepada Hamas dan layak mendapat hukuman kolektif.

“Saat hidup menjadi sulit bagi warga sipil, itu juga akan sulit bagi Hamas,” ujarnya.

Seruan ini datang di tengah laporan-laporan luas mengenai krisis kemanusiaan parah di Gaza, menyusul penghentian total pasokan makanan, obat-obatan, dan bahan bakar oleh Israel sejak Maret 2025.

Lebih dari 90% warga Gaza telah terusir dari rumah mereka, banyak yang kini tinggal di tenda-tenda atau ruang terbuka, tanpa air bersih atau layanan medis.

Didukung Penuh Amerika Serikat

Eliyahu mengakui bahwa kebijakan ekstrem ini berjalan dengan dukungan penuh dari Amerika Serikat, dan menyerukan agar Israel “memanfaatkan momen” untuk menuntaskan pertempuran dengan memukul habis rakyat Gaza.

Sementara itu, lembaga-lembaga internasional dan badan-badan HAM telah berulang kali memperingatkan bahwa penutupan akses bantuan dan kelaparan yang disengaja bisa diklasifikasikan sebagai kejahatan perang dan bentuk genosida.

Namun, hingga kini, dunia internasional belum mengambil langkah tegas untuk menghentikan kebijakan biadab ini.

Jutaan warga sipil, sebagian besar perempuan dan anak-anak, kini hidup dalam kondisi kelaparan, sakit, dan trauma — akibat perang yang tidak lagi membedakan antara pejuang dan warga tak berdosa.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here