Spirit of Aqsa- Sejak 7 Oktober 2023, gambaran kehancuran dan kematian di Gaza terus terulang. Aktivis dan politisi menegaskan, mesin pembunuh Israel belum berubah selama beberapa dekade, tetap menargetkan anak-anak dan perempuan, serta menghancurkan rumah dan tempat penampungan.

Dengan meningkatnya serangan Israel di Gaza, terutama yang menargetkan anak-anak dan perempuan, kemarahan besar meluas di media sosial. Para aktivis membandingkan apa yang terjadi di Gaza dengan pembantaian Deir Yassin pada 1948, salah satu kejahatan paling keji yang dilakukan kelompok Zionis terhadap rakyat Palestina.

Pembantaian Deir Yassin
Pembantaian Deir Yassin dilakukan oleh kelompok Irgun dan Stern, dengan dukungan Palmach dan Haganah, pada pagi hari 9 April 1948. Tujuannya adalah untuk mengusir penduduk desa dan menebar ketakutan di desa-desa dan kota-kota lainnya. Sebagian besar korban adalah warga sipil, termasuk anak-anak, perempuan, dan lansia, dengan jumlah korban mencapai sekitar 254 syahid menurut sumber Palestina.

Menurut catatan sejarah, kelompok Irgun dan Stern meledakkan rumah-rumah dan menembak siapa saja yang bergerak. Mereka mengeksekusi puluhan anak-anak, perempuan, dan orang tua di depan tembok.

Kesinambungan Kekejaman
Fayez Abu Shamala, seorang politisi dan akademisi Palestina, menyatakan bahwa kekejaman di Gaza saat ini merupakan teror yang terus berulang sejak pembantaian Deir Yassin pada 1948 hingga 2024. Ia menekankan bahwa mesin pembunuh Israel tetap konsisten dalam meneror rakyat Palestina.

Aktivis Bilqis melalui platform X mengatakan bahwa tragedi di Gaza bukanlah hal baru. Ini adalah perpanjangan dari pembantaian Deir Yassin, di mana Israel tidak membedakan antara tua dan muda, dengan terus menargetkan semua orang tanpa pandang bulu.

Sementara itu, aktivis Khalid Safi menggambarkan bahwa anak-anak di Gaza tidur dalam ketakutan di bawah gemuruh bom, sering kali tidur terakhir mereka. “Mimpi mereka tidak pernah selesai, dan tawa mereka terkubur di bawah reruntuhan,” ujarnya.

Tamer, aktivis lain, menulis di platform X, “Ketika anak-anak di seluruh dunia tidur dengan tenang, pergi ke sekolah, atau merayakan kebahagiaan bersama keluarga, anak-anak Gaza dimasukkan ke dalam lemari pendingin jenazah setelah dibunuh oleh Israel.”

Kejahatan Terhadap Kemanusiaan
Jurnalis dan penulis politik Fayez Abu Shamala mempertanyakan bagaimana dunia bisa membiarkan pembunuhan massal ini terus terjadi. “Bagaimana kita bisa mencapai tingkat ketidakpedulian seperti ini?” tanyanya.

Beberapa aktivis menyoroti bahwa target utama Israel adalah anak-anak dan perempuan Palestina. Mereka menegaskan bahwa sejak Nakba 1948, kebijakan pendudukan Israel memang dirancang untuk melakukan kejahatan perang dan genosida terhadap rakyat Palestina.

Serangan pada Fasilitas Kesehatan
Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan bahwa Israel secara intensif menyerang sistem kesehatan di wilayah utara Gaza, termasuk membombardir langsung Rumah Sakit Indonesia, Rumah Sakit Kamal Adwan, dan Rumah Sakit Al-Awda. Seluruh area rumah sakit diserang secara terus-menerus, menyebabkan kerusakan besar dan ketakutan luar biasa di kalangan pasien dan staf.

Dampak Perang
Sejak 7 Oktober 2023, Israel, dengan dukungan Amerika Serikat, melancarkan perang genosida di Gaza. Serangan ini telah menyebabkan lebih dari 153 ribu korban jiwa dan luka-luka, sebagian besar anak-anak dan perempuan. Selain itu, lebih dari 11 ribu orang dilaporkan hilang, dengan kehancuran masif dan kelaparan yang telah merenggut nyawa banyak anak-anak dan lansia, menjadikannya salah satu bencana kemanusiaan terburuk di dunia.

Sumber: Al-Jazeera

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here