Osama Al-Quraan tak pernah menyangka akan menyusuri ladang-ladang liar di timur Deir al-Balah, Gaza Tengah, demi mencari tanaman liar bernama qudhab. Tanaman ini dikabarkan bisa meredakan nyeri sang ibu yang menderita kanker payudara.

Sejak rumah sakit tempat ibunya dirawat berhenti beroperasi akibat zona evakuasi paksa oleh Israel, Osama tak punya pilihan selain menggantungkan harapan pada ramuan tradisional.

“Saya mendidihkan tanaman itu dua kali sehari. Dan hasil tes terakhir menunjukkan perbaikan,” ujarnya.

Pencarian Osama bukan sekadar tindakan pribadi, melainkan potret luas dari dua juta warga Gaza yang hidup dalam krisis, terus berjuang bertahan di tengah kelangkaan ekstrem.

Para dokter, paramedis, dan relawan tak kalah gigih. Di tengah kelumpuhan sistem medis, mereka menjadi penemu paksa, menggunakan peralatan tukang untuk operasi, mendaur ulang logam dari tubuh pasien lama, hingga menggunakan kasur busa rumah tangga sebagai pengganti ranjang medis.

Ambulans yang hancur atau rusak digantikan dengan mobil pribadi yang dimodifikasi. Ketika bahan bakar habis, mereka memproduksi solar buatan dari sampah plastik.

Tim penyelamat sipil bahkan mengandalkan dongkrak mobil untuk mengangkat puing bangunan yang runtuh, sementara makanan dimasak dengan bahan bakar dari pakaian bekas, plastik, bahkan sampah.

Di dapur, bumbu, daging, dan telur digantikan dengan bubuk penyedap, lentil, dan bubur bayi. Segalanya berubah menjadi “masakan darurat”, bahkan hingga menggunakan sirup parasetamol anak-anak untuk membuat es krim.

Namun, ujian terberat bukan sekadar pada dapur atau rumah sakit, melainkan tenda pengungsian. Ribuan keluarga kini hidup dalam robekan kain lusuh yang menggantikan rumah mereka. Tak ada listrik, air bersih, atau privasi. Kebutuhan dasar seperti popok, sabun, dan air harus diakali dengan kain cuci ulang, pasir, dan air bekas.

“Kami mandi di baskom besar dan menggunakan airnya kembali untuk mencuci pakaian,” tutur Ummu Amru.

Di balik setiap improvisasi, ada kisah ketabahan dan harapan. Sebab bagi rakyat Gaza, tidak ada pengganti untuk rumah, kesehatan, dan martabat manusia. Dan yang paling menyakitkan: tak ada alternatif untuk rasa kemanusiaan yang telah lama hilang.

Sumber: Al Jazeera

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here