Spirit of Aqsa, Palestina- 8 Desember menandai peringatan intifada pertama (intifada batu) yang diperjuangkan rakyat Palestina atas penolakan terhadap penjajahan pada 1987. 

Rakyat Palestina harus membayar mahal perlawanan tersebut. Namun, mereka tidka berhenti untuk melakukan perlawanan demi perlawanan. 

Rakyat Palestina memulai perlawanan engan batu lalu beralih ke perjuangan bersenjata. Kemudian, kemampuan militer mulai berkembang menjadi rudal, yang berujung pada Pertempuran Thufanul Al-Aqsa pada 7 Oktober 2023. 

Di sisi lain, teroris Israel kian bringas dengan melakukan pembunuhan, penganiyaan, penangkapan, penghancuran rumah, hingga genosida di Jalur Gaza.

Percikan perlawanan terjadi di Gaza, ketika sebuah truk militer Israel menabrak  kendaraan yang membawa para pekerja Palestina yang kembali ke Jalur Gaza dari tempat kerja mereka di Israel. Peristiwa itu membuat empat warga Palestina syahid dan tujuh luka-luka. 

Intifada pertama meletus dan bergerak ke Tepi Barat. Intifada pertama kala itu, rakyat Palestina masih mengandalkan batu, meski sudah ada pula yang menggunakan senjata rakitan.

Berdasarkan data dari Pusat Informasi Nasional Palestina, 1.550 warga Palestina menjadi syahid selama intifada, yang apinya mereda dengan dimulainya proses politik dan penandatanganan Perjanjian Oslo pada September 1993. Sekitar 100.000 orang ditangkap, dan hampir 70.000 orang terluka.

Data organisasi hak asasi manusia Israel B’Tselem menunjukkan, 741 rumah warga Palestina dibongkar dan ditutup sebagai hukuman terhadap aktivis Intifada, selain sekitar 1.800 rumah yang dibongkar dengan dalih membangun tanpa izin.

B’Tselem menunjukkan, puluhan ribu warga Palestina disiksa selama penangkapan, dan 383 warga radikal Israel dan tentara Israel tewas.

Dalam Pertempuran Thuufanul Al-Aqsa, tentara teroris Israel membunuh lebih dari 16.200 warga Palestina, melukai puluhan ribu orang, dan menghancurkan sekitar 280.000 unit rumah di Jalur Gaza.

Kenapa Perlawanan terus Berlanjut?

Perlawanan Palestina tidak berhenti di Intifada Batu. Namun, setelah itu mereka bangkit memperjuangkan pembebasan Masjid Al-Aqsa dari yahudisasi pada 1996. Mereka mereka bangkit mendukung Masjid Al-Aqsa pada 2000. 

Sementara Tepi Barat menjadi saksi serangkaian aksi perlawanan, Gaza berperang berturut-turut.

Namun perlawanan Palestina belum membawa ke pembentukan sebuah negara. Jika PLO menganggap Otoritas Palestina sebagai inti, mengapa Palestina terus mengulangi pengalaman yang sama?

Mahmoud Fatafta, seorang peneliti di bidang media dan politik, berkata, “Iman dan kebebasan adalah hal paling berharga yang dimiliki seseorang, dan siapa pun yang mempertahankan keyakinannya akan berusaha mencapai kebebasannya.”

“Rakyat Palestina telah berupaya mencapai kebebasan mereka, bahkan jika mereka menghadapi kesulitan dan penderitaan, selama lebih dari satu abad, khususnya dengan dimulainya mandat Inggris terhadap penjajahan Israel,” lanjutnya.

Dia melanjutkan, Israel selalu “menghancurkan tempat itu, membunuh orang Palestina, atau mengusirnya ke diaspora. Namun, mereka tidak menyerah, dan meskipun dalam kondisi yang keras, mereka bangkit dan menyulut perlawanan di setiap kesempatan ketika merasakan bahaya meningkat,” kata Fatafta.

Fatafta menilai, wajar bagi setiap orang untuk membela kemanusiaan dan harkat dan martabatnya. Semangat itu makin diperkuat saat umat Islam di Palestina menyaksikan teroris Israel dan warga Israel hampir setiap hari menodai Masjid Al-Aqsa. Hal itu membuat rakyat Palestina kebal dan terus melakukan perlawanan.

Perang Genosida

Fatafta membandingkan dua perlawanan populer pada 1987 dan 2023 serta tanggapan Israel pada periode yang sama. Dia mengatakan, perlawanan rakyat Palestina selalu diikuti peningkatan agresi, diversifikasi dalam penggunaan alat-alat pembunuh dan penghancur, dan perluasan upaya-upaya untuk melakukan agresi.

“Ada pergeseran respons Israel dari pembunuhan individu dan penghancuran sebagian, dalam serangan sebelumnya, menjadi perang genosida, sebagai respons terhadap pertempuran Thufanul Al-Aqsa,” katanya.

Hal itu disebabkan Israel melihat ada ancaman nyata terhadap perlawanan rakyat Palestina. Perlawanan Palestina jauh lebih besar dibandingkan intifada sebelumnya. 

Namun, kata dia, perlawanan Palestina membuahkan hasil. Misalnya pencapain militer faksi pejuang Palestina saat ini yang bisa menggempur militer Israel di Jalur Gaza. Demikian juga kesepakatan pertukaran tahanan yang merupakan satu kemenangan bagi rakyat Palestina.

Sumber: Al Jazeera

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here