Kisah Bisan Fayyad bukan sekadar narasi tragis, melainkan fakta yang menyingkap realitas pahit di Gaza sejak hampir dua tahun terakhir di bawah perang Israel.
Pada Januari 2024, keluarganya menerima kabar bahwa Bisan gugur dalam serangan, bahkan menyerahkan jenazah dengan pakaian dan identitasnya. Ia pun dikebumikan sebagai “syuhada”. Namun kenyataan yang muncul belakangan jauh lebih mengejutkan: Bisan ternyata masih hidup, berada dalam tahanan Israel dengan kondisi kritis akibat luka di tulang belakang yang membuatnya lumpuh separuh badan.
“Dari duka mendalam, kini luka kami bertambah”
Dalam unggahan di Facebook, sang kakak menulis: “Setelah delapan bulan kami hidup dalam duka, hari ini kami dihantam kabar lebih mengejutkan. Bisan ternyata masih hidup di penjara Israel. Luka kami berdarah dua kali. Kabar ini lebih menyakitkan dari kabar kematiannya.”
Ia menambahkan: “Kamu kembali memberi kami harapan, Bisan. Tapi sekaligus membuat hati kami teriris oleh ketakutan. Kami dengar kondisimu parah, semoga Allah menjaga kamu, tawa rumah ini.”
Mengenai pemakaman sebelumnya, keluarga menjelaskan jenazah yang mereka terima sudah dalam kondisi terbakar parah tanpa ciri jelas. Mereka hanya mengenali dari barang-barang pribadi: potongan KTP yang hangus, kalung bertuliskan nama Bisan, serta dompet terbakar sebagian.
Pola sistematis: penghilangan paksa dan manipulasi jenazah
Kasus Bisan tidak berdiri sendiri. Laporan internasional dan analisis citra satelit menunjukkan puluhan kuburan di Gaza rusak parah, bahkan ditemukan indikasi penguburan massal di tengah operasi militer Israel. Praktik ini, menurut para pengamat, sejalan dengan pola “penghilangan paksa” dan manipulasi jenazah yang telah lama dituduhkan kepada Israel.
Tak heran, kisah Bisan segera menyebar luas di media sosial. Seorang aktivis menulis: “Bisan Fayyad kembali dari kematian… ini nyata, dari Gaza.” Lainnya menyebut: “Berita ini lebih menyayat dari kabar syahid. Ini bukti betapa kejamnya permainan Israel dengan nyawa manusia.”
Tuntutan internasional
Para aktivis dan pengacara HAM menilai tragedi ini seharusnya menjadi bukti bagi Mahkamah Pidana Internasional. “Di mana para pembela hukum internasional dan Konvensi Jenewa?” tulis salah satu warganet.
Bagi banyak orang di Gaza, kisah Bisan adalah cermin dari tragedi kolektif: ratusan keluarga masih mencari kejelasan nasib anak-anak mereka, entah dibunuh, hilang, atau ditahan secara paksa.
Mereka menyerukan lembaga internasional, khususnya Komite Palang Merah, untuk bertindak lebih tegas dalam mengungkap keberadaan para tahanan dan memaksa Israel bertanggung jawab atas praktik yang dianggap tidak manusiawi.