Spirit of Aqsa, Palestina- Direktur utama rumah sakit Gaza, Muhammad Abu Salmiya, memperingatkan, petugas medis menghadapi banyak krisis di tengah serangan udara penjajah Israel di Jalur Gaza. Dia menyebut, obat-obatan dan pasokan listrik sangat dibutuhkan untuk terus merawat pasien.

Abu Salmiya mengatakan, orang-orang yang terluka tiba “setiap menit” di rumah sakit Shifa di Kota Gaza. “Ada krisis obat-obatan, krisis listrik,” kata Salmiya, sebagaimana dikutip dari AFP. 

Sedikitnya sudah ada 41 warga Gaza yang dilaporkan telah syahid dan ratusan orang lainnya terluka sejak perang rudal pejajah Israel dan kelompok Jihad Islam Palestina pecah pada Jumat (5/8/2022). 

Pembangkit listrik satu-satunya di Gaza pun telah ditutup pada Sabtu (6/8/2022) karena kekurangan bahan bakar. Hal ini terjadi empat hari setelah penjajah Israel menutup penyeberangannya dengan wilayah tersebut dengan alasan masalah keamanan. 

“Situasinya sangat buruk. Kita perlu segera membuka perbatasan untuk membawa obat-obatan, (bahan bakar) listrik,” kata Salmiya. Diesel untuk pembangkit listrik biasanya diangkut dengan truk dari Mesir atau penjajah Israel, yang telah mempertahankan blokade daerah kantong itu sejak kelompok militan Hamas menguasai Gaza pada 2007.

Kementerian Kesehatan Gaza memprediksi pasokan listrik yang menipis akan membuat  layanan kesehatan berhenti pada Selasa (9/8/2022) sore, karena generator listrik kehabisan bahan bakar. 

Fasilitas yang berpotensi menyelamatkan jiwa seperti ruang operasi dan ventilator di rumah sakit padahal membutuhkan daya untuk terus beroperasi. Ada juga kekhawatiran bahwa kekurangan bahan bakar minyak (BBM) di seluruh wilayah Palestina dapat memengaruhi ambulans. 

Badan Kemanusiaan PBB OCHA menyebut, sebanyak 2,3 juta penduduk di Gaza selama ini telah mengalami kekurangan listrik secara teratur dan bulan lalu hanya menerima rata-rata 11 jam listrik per hari. 

Badan PBB itu memperingatkan pada Sabtu kemarin, bahwa tanpa dorongan untuk pasokan listrik, Gaza akan segera melihat “pengurangan pasokan air dari sumur air dan pabrik desalinasi”.

Ahad Ferwana, warga Gaza, mengatakan warga menjadi sakit ketika pasokan air terputus. 

“Pemadaman listrik memengaruhi semua bidang kehidupan di Jalur Gaza. Ini mengganggu kehidupan masyarakat terutama di bawah panas terik yang melanda wilayah tersebut,” katanya kepada AFP. 

Menurut dia, kondisi itu pada akhirnya akan memaksa orang untuk meninggalkan rumah mereka. Padahal hal tersebut bisa membahayakan hidup mereka karena pemboman yang terus berlanjut.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here