Spirit of Aqsa– Sekretaris Jenderal Inisiatif Nasional Palestina (PNI) atau Al-Mubadara, Dr. Mustafa Barghouti, mengatakan, sejak 7 Oktober 2023, Amerika Serikat telah memberikan bantuan senjata senilai 45 miliar dolar kepada Israel.
“Ini berarti Amerika Serikat telah memberikan satu juta dolar untuk setiap syuhada Palestina yang jatuh akibat serangan Israel,” kata Barghouti, dikutip Al Jazeera, Jumat (16/8/2024).
Dia menjelaskan, jumlah syuhada akibat serangan Israel yang terus berlangsung di Jalur Gaza mencapai 40.000 sebagai angka yang mengerikan dan belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah modern.
“Jumlah korban jiwa sebenarnya mungkin mencapai 50.000, termasuk mereka yang masih hilang di bawah puing-puing. Selain itu, banyak korban luka yang mungkin akan menyusul menjadi syahid akibat hancurnya infrastruktur medis dan sebagian besar rumah sakit di Gaza oleh serangan Israel,” ujarnya.
Barghouti juga menekankan bahwa jumlah total syuhada dan korban luka tersebut mewakili 6% dari populasi Gaza, yang merupakan angka besar jika diterapkan pada negara mana pun di dunia. Ia juga memperingatkan adanya perang biologis yang dilancarkan terhadap penduduk Gaza dengan penyebaran penyakit dan wabah.
Menurut Barghouti, sejak 7 Oktober 2023, Amerika Serikat telah memberikan bantuan senjata senilai 45 miliar dolar kepada Israel. Ini berarti Amerika Serikat telah memberikan satu juta dolar untuk setiap syuhada Palestina yang jatuh akibat serangan Israel.
Di sisi lain, Chris Laptina, seorang analis dan penasihat politik di Partai Demokrat AS, menggambarkan situasi ini sebagai bencana dan penderitaan. Namun, ia memuji sikap pemerintahan Presiden AS Joe Biden yang menurutnya telah melakukan apa yang bisa dilakukan dengan mengecam aksi-aksi tersebut dan mendesak Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk menghentikan perang.
Laptina mengklaim bahwa Biden telah melakukan upaya yang belum pernah dilakukan oleh presiden AS sebelumnya, dengan memberikan banyak tekanan di balik layar. Namun, Netanyahu terus menolak untuk menghentikan tindakannya.
Menurut Laptina, Netanyahu mengabaikan sekutu-sekutunya, sebagian besar dunia, dan opini publik Israel dengan melanjutkan perang yang tidak perlu dan “menghukum semua orang Palestina”.
Bias Washington
Barghouti menegaskan, konflik Palestina-Israel tidak dimulai pada 7 Oktober 2023. Peristiwa ini merupakan hasil dari pembersihan etnis yang dilakukan oleh Israel selama 76 tahun di Gaza dan Tepi Barat, serta sistem apartheid dan pemukiman yang terus berlanjut.
Ia menyoroti bahwa Washington hanya berbicara tanpa tindakan nyata mengenai solusi dua negara, sementara mereka cepat mengirim kapal perang, kapal induk, dan membuat kesepakatan senjata miliaran dolar untuk mendukung Israel. Washington, kata Barghouti, hanya peduli pada normalisasi hubungan negara-negara Arab dengan Israel untuk mengakhiri masalah Palestina.
Barghouti juga menyebut bahwa Amerika Serikat telah mengatur jembatan militer besar sejak 7 Oktober 2023, yang diterjemahkan Israel dengan menjatuhkan 80 ribu ton bom di Gaza. Namun, ia mencatat bahwa meskipun demikian, tentara pendudukan Israel gagal menghancurkan perlawanan Palestina.
Ia juga mengingatkan keterlibatan Biden, Menteri Luar Negeri, dan Menteri Pertahanan AS dalam Dewan Perang Israel, menunjukkan bahwa Washington terlibat dalam kejahatan genosida di Gaza, yang bertentangan dengan prinsip hukum internasional dan hak asasi manusia.
Barghouti juga menyoroti upaya pemerintahan Biden dan Kongres AS untuk menghukum Mahkamah Internasional dan Mahkamah Pidana Internasional karena menyelidiki apa yang terjadi di Gaza.
Sementara itu, menurut Laptina, Biden berupaya membentuk aliansi politik dan finansial untuk mencapai perdamaian antara Palestina dan Israel dalam rencana yang tidak melibatkan Netanyahu. Laptina juga mencatat bahwa ada keyakinan bahwa Israel dapat berperang dengan cara yang berbeda dari yang diinginkan Netanyahu.
Perundingan Doha
Mengenai hasil perundingan di Doha, Barghouti yakin ada peluang untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata, namun hal itu tergantung pada Amerika Serikat karena Netanyahu tidak menginginkan kesepakatan dan malah menetapkan syarat-syarat baru seperti tetap berada di dua wilayah tertentu atau menerima kesepakatan pertukaran tawanan sebelum melanjutkan perang.
Barghouti menambahkan bahwa ada kekhawatiran di Amerika Serikat, bahwa jika gencatan senjata tidak terjadi di Gaza, hal ini dapat memicu reaksi yang berujung pada perang regional yang luas. Ia memuji posisi Hezbollah dan Iran yang menunda respons mereka, yang menyebabkan kekhawatiran besar di dalam Israel.
Laptina sepakat dengan Barghouti bahwa Netanyahu adalah penghalang utama bagi tercapainya kesepakatan gencatan senjata, dan ia menambahkan bahwa Washington berharap Netanyahu akan mengubah sikapnya.
Laptina juga mengklaim bahwa Amerika Serikat, melalui pengerahan militer di kawasan tersebut, bertujuan untuk mencegah Iran memanfaatkan situasi di Gaza untuk menyerang Israel, meskipun ia mengklaim bahwa Israel mampu membela diri melawan Hamas tanpa dukungan AS.
Sumber: Al Jazeera