Spirit of Aqsa, Palestina– Otoritas Palestina menolak tawaran perdana menteri Israel terpilih, Benjamin Netanyahu, soal self-rule atau pembentukan pemerintahan sendiri tapi tanpa kontrol di bidang keamanan. Palestina menegaskan, mereka mempunyai hak membentuk negara dengan Al-Quds Timur sebagai ibu kota.
“Rakyat Palestina memiliki hak untuk mendirikan negara merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya, yang merupakan dasar untuk mencapai perdamaian yang adil berdasarkan resolusi legitimasi internasional,” kata juru bicara Otoritas Palestina Nabil Abu Rudeineh, dilaporkan kantor berita Palestina, WAFA.
Dia menegaskan, tidak akan ada perdamaian dengan kebijakan aneksasi dan apartheid. “Tidak akan ada perdamaian selama agresi Israel terhadap rakyat Palestina terus berlanjut,” ujar Rudeineh.
Dalam sebuah wawancara dengan National Public Radio (NPR) pada Kamis (15/12) lalu, Benjamin Netanyahu menyampaikan bahwa dia akan menawarkan pemerintahan sendiri kepada Palestina. Namun penjajah Israel tetap mengontrol sektor keamanan.
“Palestina memiliki semua kekuatan untuk mengatur diri mereka sendiri. Namun tak satu pun dari kekuatan-kekuatan itu yang mengancam kehidupan kami, yang berarti keamanan, dalam pengaturan politik apa pun yang kita miliki, secara realistis harus tetap berada di tangan Israel,” kata Netanyahu.
Pada 8 Desember lalu, Benjamin Netanyahu telah meminta perpanjangan waktu selama dua pekan untuk membentuk pemerintahan. Tenggat waktu pembentukan pemerintahan seharusnya berakhir 11 Desember tengah malam.
“Kami berada di tengah-tengah negosiasi dan telah membuat banyak kemajuan. Namun dilihat dari kecepatannya, saya memerlukan perpanjangan hari yang disediakan oleh undang-undang untuk membentuk pemerintahan,” kata Netanyahu dalam surat yang dirilis oleh kantornya, 8 Desember lalu, dikutip laman Al Arabiya.
Secara hukum, ‘presiden Israel’, yang kini dijabat Isaac Herzog, dapat memberikan perpanjangan waktu hingga 14 hari untuk keperluan negosiasi. Partai Likud yang dipimpin Netanyahu telah menandatangani kesepakatan koalisi dengan tiga partai ekstrem kanan, yakni Religious Zionism, Jewish Power, dan Noam.