Oleh: Ridwan Hakim
Sangat sempit cara pandang yang membatasi motif permasalahan Palestina hanya dengan satu aspek saja dan meniadakan aspek lain. Paling tidak ada tiga aspek saling melengkapi dalam mendasari pertarungan kebenaran di Palestina.
1. Aspek Sejarah & Identitas Nasionalisme Kebangsaan & Ras.
Bagi orang-orang Zionis Israel, mereka punya hak di Palestina berdasarkan sejarah identitas kebangsaan dan ras mereka yang “pernah ada” disana.
Paling tidak ada dua titik poin dalam rentang sejarah secara kronologis yang menjadi acuan mereka. Pertama, Nabi Ibrahim as pernah disana, dan yang kedua, Daud serta puteranya Sulaiman pernah mendirikan kerajaan disana.
Apakah kita menyangkal ini? Tentu tidak. Kita sepakat bahwa Nabi Ibrahim pernah di Palestina bahkan Nabi Daud & Nabi Sulaiman pernah mendirikan kerajaan disana. Semua ini dikisahkan dalam Al-Qur’an.
Tapi kalau orang-orang Zionis dari kalangan Yahudi ataupun kristen dan lainnya menjadikan ini sebagai dasar bahwa identitas dan ras Israel “sudah pernah ada” di Palestina lantas menyatakan mereka berhak hari ini untuk kembali berkuasa disana, wait.. tunggu dulu.
Pertama, Nabi Ibrahim adalah pendatang juga di Palestina saat itu, hingga sudah ada penduduk asli sebelum Nabi Ibrahim tiba disana. Apakah Nabi Ibrahim menguasai seluruh Palestina saat itu? Jawabannya tidak. Maka, berdalih dengan “pernahnya Nabi Ibrahim” mukim di Palestina lalu keturunannya berhak ada di Palestina adalah sebuah kegilaan. Ini sama saja seperti jika seorang cucu datang ke perkampungan perantauan kakeknya dulu, lalu di kemudian hari ia menuntut bisa menguasai semua isi kampung karena kakeknya pernah ada tinggal disitu.
Kedua, terkait kerajaan Daud yang pernah ada di Palestina. Ketahuilah, bukan cuma Daud as yang pernah berkuasa di Palestina, sejarah dunia mencatat bahwa Persia, Romawi, Yunani sama-sama pernah berkuasa di masa lalu di Palestina. Lalu kenapa hanya orang yang mengklaim keturunan Daud as saja yang berhak menuntut di Palestina? Bukankah semua keturunan bangsa-bangsa tadi juga berhak secara sejarah identitas kebangsaan? Ya, jawabannya adalah logika Zionis Israel ini adalah logika penjajah perampas tanah orang. Orang Indonesia yang punya pikiran yang sama dengan Israel Zionis ini berarti mendukung kelak Belanda datang lagi ke Indonesia untuk berkuasa di Jakarta karena dulu mereka secara sejarah berkuasa di Batavia yang kini dipimpin oleh Pak Anis Baswedan.
Demikian pula jika membenarkan dasar ini berarti ia juga harus membenarkan jika kaum muslimin mengklaim hak mereka untuk kembali merebut spanyol dari pemerintahan Spanyol hari ini.
Maka, sejarah Palestina bukanlah sejarah Yahudi atau Bani Israel semata, mereka hanyalah bagian “yang pernah ada” dari sejarah Palestina.
2. Aspek Politik Kontemporer
Bagi yang belajar sejarah modern dunia pasti tidak asing dengan PD (Perang Dunia) 1 & PD 2. Saat Perang Dunia 1 apa dan bagaimana keadaan Palestina?.
Tentu saat PD 1 berlangsung Palestina berada di bawah kekhilafahan Utsmani, lalu kemudian lepas pasca kekalahan Blok Central dan kemenangan sekutu. Palestina menjadi salah satu wilayah yang diputuskan oleh Liga Bangsa-bangsa saat itu berada di bawah Imperialisme Inggris atau Britania, berlangsung dari tahun 1920 – 1947 (28 tahun).
Orang Yahudi di pada awalnya adalah minoritas yang tidak mungkin membuat negara. Tapi dalam kurun waktu 28 tahun imperialisme Inggris, imigrasi besar-besaran orang Yahudi Eropa dan negara lain mulai dilakukan oleh gerakan Zionis. Imigrasi inilah yang menjadi cikal bakal permasalahan di kemudiaan hari.
Perang Dunia (PD) 2 pun meletus dan berakhir pada 1945. PBB dibentuk dan salah satu PR yang dihadapinya adalah konflik Palestina pasca Inggris menarik diri dari sana dan menyerahkan kepada PBB; tentu penyerahan ke PBB ini tidak begitu saja, karena sebagaimana disinggung di awal bahwa 28 tahun adalah waktu yang panjang untuk proses memfasilitasi imigran-imigran Yahudi mulai berada dan membuat kekuatan di beberapa titik di Palestina.
Lalu bagaimana PBB menyelesaikan masalah yang dibuat Inggris ini?
1947 Rencana pembagian Palestina menjadi 2 dibuat. 54% untuk Yahudi dan 44% untuk rakyat Palestina? Terlepas apakah itu adil atau tidak, yang menjadi poin adalah PBB tidak berhasil mendapat persetujuan rakyat Palestina atas usulan mereka. Apakah masalah selesai?
Ternyata di 15 Mei 1948, persis 73 tahun lalu, orang-orang Yahudi melakukan pemaksaan kehendak karena tidak berhasil mendapat persetujuan dari pemilik tanah Palestina untuk mendapatkan mayoritas tanah disana. Pemaksaan itu berupa pembantaian dan pengusiran besar-besaran rakyat Palestina dalam peristiwa yang disebut Nakba. Ironisnya Deklarasi berdirinya “Negara Israel” langsung mendapat pengakuan di PBB.
Lantas apakah masalah selesai dan Israel begitu saja lepas dengan “negara barunya”? Tentu, PBB dan Israel menghadapi tantangan di hadapan masyarakat global yakni, masalah Pengungsi Palestina. PBB tentu tidak bisa tutup mata akan permasalahan ini, karena “negara Israel” yang mereka akui itu menyisakan masalah kemanusiaan ini yang harus mereka tanggung sehingga muncul UNRWA PBB.
Jadi status “pengakuan negara Israel” tidak bisa dikatakan selesai atau final sampai pengungsi Palestina yang hari ini berjumlah sekitar 7 juta jiwa itu mendapat kompensasi.
Ketahuilah, bahwa dunia ribut-ribut tentang Deal of the Century pada masa Trump itu hakikatnya membahas kompensasi untuk pengungsi yang tanah dan rumah mereka dirampas penjajah Israel. Jadi dunia tahu dan sadar, bahwa “Negara Israel” yang mereka akui itu belum sempurna terbentuknya dan legalitasnya sampai masalah pengungsi Palestina ini selesai.
Juga Ketahuilah, bahwa sekitar 2 juta dari pengungsi Palestina itu saat ini tinggal di Gaza. Ya, Gaza yang sedang saling tempur dengan Israel itu pada hakikatnya adalah perkelahian antara pemilik rumah (Gaza) dengan pihak yang merampas rumahnya (Zionis Israel).
Kesimpulannya, dari aspek politik modernnya pun, sampai saat ini “Negara Israel” tidak berhak seutuhnya atas Palestina selama Gaza dan semua pengungsi bertahan dengan hak pulang mereka yang tercatat di PBB, tentu dengan tidak menerima tawaran Deal of The Century walau diiming-imingi bantuan ekonomi yang besar yang akan “mensejahterakan”.
3. Aspek Agama
Buta dan tuli orang yang mengatakan bahwa tidak ada konflik agama di Palestina. Bukan hanya pihak Palestina yang menggunakan isu agama, bahkan Netanyahu yang merupakan Yahudi Sekuler sekalipun dalam pernyataan resminya mengatakan bahwa dasar keberhakan orang-orang Israel disana adalah karena Al-Quds; Jantung Palestina itu, adalah tempat Nabi-nabi mereka berkhotbah dan berdoa. Motif apakah itu kalau bukan agama???
Permasalahan kita dengan Yahudi bukan karena dari pihak mereka merendahkan posisi Al-Quds dan Al-Aqsha, justru kita paham betul bahwa lokasi Al-Aqsha sangat begitu diagungkan oleh Yahudi karena itu tempat Nabi-nabi Bani Israel pernah berdakwah dan ibadah. Dari sejak Nabi Ibrahim sampai para Nabi sebelum Isa as. Namun dari persepsi kita, orang Yahudi saat masuk ke Al-Aqsha untuk melakukan ritual Yahudi dan mengusir jamaah Ibadah Islam disana, maka itu jelas penistaan dan tidak menghormati fakta Al-Aqsha sebagai warisan yang diakui dunia adalah milik Islam.
Kalau Yahudi juga mengagungkan Aqsha yang mereka sebut Bait Allah atau Beit Hamikdash, lantas kenapa kita bermusuhan secara agama?
Bagi umat Islam keyakinan terhadap Aqsha milik Islam itu adalah simbol dasar seseorang disebut muslim; “Asyhadu Anna Muhammadarrasulullah”, karena kebenaran bahwa beliau adalah Nabi dari Allah swt, artinya beliau saw mewarisi misi dakwah Nabi Ibrahim, Nabi Ya’qub, Yusuf, Musa, Harun, Daud, Sulaiman dalam memiliki dan menjaga Masjid Al-Aqsha.
Kalau ada muslim yang masih mengatakan bahwa “memang Nabi-nabi Israel itu yang duluan di Al-Quds dibandingkan Nabi Muhammad saw”, maka dia belum beriman dengan benar Iman kepada Para Rasul, sesuai rukun Iman Islam.
Terakhir, ada sebuah kisah saat Nabi Muhammad saw datang ke Madinah dan melihat orang-orang Yahudi puasa di 10 Muharram, Nabi saw bertanya : “kenapa kalian berpuasa di hari ini?”
Orang-orang Yahudi Madinah menjawab : “hari ini Allah swt memenangkan Musa as atas Fir’aun jadi kami berpuasa “
Mendengar itu, Nabi saw pun menghadap kepada para sahabatnya dan berkata :
أنتم أحق بموسى منهم فصوموا
“Kalian wahai sahabat-sahabatku, adalah pihak yang paling berhak terhadap Musa as dibandingkan mereka, maka berpuasalah”, ini salah satu riwayat tentang sebab disyariatkannya puasa asyuro.
Kita sebagai muslim sama sekali tidak menyangkal bahwa Nabi-nabi Bani Israel dari sejak sang Bapak Tauhid Nabi Ibrahim as, kedua putranya Ismail & Ishaq as, Ya’kub & putranya Yusuf as, Musa & Harun, Daud & putranya Sulaiman as, bahkan Ibunda Maryam, Zakariya, Yahya, Isa semuanya adalah orang-orang suci yang pernah lahir, berdakwah atau berjihad di Baitul Maqdis. Tapi yang kita tegaskan adalah :
محمد رسول الله
“Nabi Muhammad saw adalah Rasul Allah swt, Nabi terakhir yang melengkapi dan mewarisi tugas dakwah para Nabi sebelumnya”.
Kita tidak menyangkal hal-hal terkait nabi-nabi Bani Israel, tapi yang kita tantang adalah “siapa yang lebih berhak mewarisi dakwah dan tempat suci Nabi-nabi tersebut? Kaliankah wahai Yahudi atau justru kamilah Ummat Muhammad saw yang melalui wahyu Allah swt terhubung dengan kesucian para nabi-nabi tersebut.
قل فأتوا بالتوراة فاتلواها إن كنتم صادقين
“Katakanlah : sini datangkan Tauratmu dan bacakan, kalau kalian mau kebenaran”
Btw, kalau ada dari kalangan Nasrani yang ikut campur dalam perjuangan suci umat Islam ini dengan nada menyudutkan Islam dan mendukung Yahudi Zionis, maka kita katakan; “mohon tidak usah sok ikut campur, karena kalau kalian membela Yahudi karena landasan bahwa Nabi Muhammad saw bukan Nabi dari Allah swt, ingatlah Yahudi sudah lebih dulu menolak dan bahkan melawan dakwaan Yesus sebagai juru selamat. Bagi orang Yahudi, kalian para pengikut Yesus sama sekali tidak punya dasar pengakuan sebagai umat tuhan. Yahudi lebih dahulu menolak kalian.
Kesimpulan
- Status kepemilikan Palestina tidak bisa dilandaskan pada sejarah 3000 tahun lalu, karena sejarah Palestina pernah dikuasai banyak bangsa.
- Perebutan status kepemilikan Palestina hari ini bahkan di PBB belumlah usai, karena ketegaran para Pengungsi Palestina yang menolak semua solusi abal-abal untuk menukar tanah mereka di Palestina dengan tawaran apapun.
- Dasar perjuangan kami umat Islam membela Palestina adalah aqidah agama kami. Pertama, karena posisi Al-Aqsha dan Al-Quds yang merupakan warisan semua Nabi kepada Nabi terakhir yaitu Nabi Muhammad saw. Kedua, ketika ada kedzaliman yang terjadi apalagi atas saudara-saudara Islam kami, maka tak sempurna semua ibadah ritual kami tanpa mendoakan dan menolong mereka.
Penulis adalah Ridwan Hakim, pengurus di Spirit of Aqsa