Ibtehal Al-Qassam, cucu dari syahid Sheikh Izzuddin Al-Qassam, muncul mengenakan kufiyah Palestina untuk menanggapi ancaman Menteri “Keamanan Nasional” Israel, Itamar Ben-Gvir, yang menyatakan niatnya menghancurkan makam kakeknya di desa Balad Al-Sheikh, dekat Haifa. Ibtehal menegaskan, Israel takut pada simbolisme di balik makam tersebut, menyadari bahwa pengaruh Al-Qassam tidak terbatas pada lokasi fisiknya.

Dalam wawancara dengan Al-Jazeera Mubasher, Ibtehal menyatakan: “‘Azizuddin Al-Qassam’ hidup abadi melalui gagasan jihad yang ia bangun, bukan hanya di Palestina, tetapi di seluruh wilayah Levant.”

Pada Kamis lalu, Ben-Gvir, yang dikenal sebagai menteri ekstremis, mempublikasikan video saat ia berkeliling di pemakaman Islam di desa Al-Sheikh, tempat Al-Qassam dimakamkan sejak syahid pada 1935. Dalam aksinya, polisi Israel menyingkirkan tenda yang didirikan oleh Komite Wakaf Islam di dekat makam.

Ben-Gvir menyatakan: “Kami berada di makam Al-Qassam di Neshir. Dia perusak besar, teroris besar. Ada banyak brigade yang dinamai atas namanya… Perayaan atasnya telah usai. Kami telah menyingkirkan tenda penjagaan makam.”

Ia juga melepas plang sejarah pemakaman, yang menegaskan upaya Israel menghapus jejak simbol perlawanan.

Simbol Revolusi dan Perlawanan

Sheikh Al-Qassam syahid pada 20 November 1935 setelah memimpin perjuangan melawan kolonialisme Inggris. Tubuhnya, bersama rekan-rekan syahidnya, Yusuf Al-Zibawi dan Atiyah Al-Masri, dibawa ke Haifa dan dimakamkan di Balad Al-Sheikh dalam prosesi besar. Sejak itu, Al-Qassam menjadi simbol revolusi dan perlawanan Palestina.

Lahir di Jableh, Suriah pada 1882, Al-Qassam memulai perjuangan melawan kolonialisme Prancis di Suriah, kemudian melawan kolonialisme Inggris di Palestina hingga syahid. Perjuangannya menjadi pemicu Revolusi Palestina Besar 1936–1939.

Respons Cucu: “Kelemahan dan Ketakutan”

Ibtehal menyebut ancaman Ben-Gvir sebagai tanda kelemahan dan ketakutan, bahkan “gangguan psikologis,” dan menegaskan bahwa tindakan tersebut menunjukkan bahwa pengaruh Al-Qassam masih dirasakan hingga kini. Ia menekankan, “Al-Qassam hidup melalui sejarah dan gagasan jihad yang ia wariskan, tidak hanya di Palestina tapi di seluruh Levant.”

Ibtehal menolak intervensi untuk melindungi makam kakeknya, namun menyerukan kepada para pejuang di seluruh dunia untuk menyelamatkan rakyat Gaza yang meneruskan nama dan ide Al-Qassam. Ia menambahkan, “Jika Al-Qassam ada di antara kita sekarang, ia akan berkata: Jangan alihkan perhatian dari Gaza yang tenggelam dalam darah, air, dingin, dan kelaparan, sementara dunia tetap diam.”

Sejarah Ancaman Terhadap Makam

Sejak 1948, Israel berulang kali menargetkan pemakaman Al-Qassam, termasuk upaya penghapusan prasasti dan penggalian makam untuk kepentingan pembangunan. Ancaman terbaru muncul setelah serangan 7 Oktober 2023, yang merupakan salah satu aksi paling berani terhadap keamanan Israel.

Menurut analis politik Sari Arabi, serangan terhadap makam Al-Qassam mencerminkan sikap permusuhan Israel terhadap keberadaan Arab dan Islam di Palestina. “Makam Al-Qassam dan para syahid lainnya adalah bukti eksistensi Palestina sebelum Israel. Upaya menghancurkan atau memindahkannya adalah balas dendam terhadap sejarah dan perjuangan rakyat Palestina.”

Warisan Al-Qassam tetap hidup melalui perlawanan kontemporer, termasuk Gerakan Jihad Islam dan sayap militer Hamas, Brigadir Syahid ‘Azizuddin Al-Qassam. Arabi menegaskan, makam tersebut tetap menjadi simbol yang mengusik Israel, mengingat sejarah sosial-politik Palestina dan koneksi organik dengan wilayah Arab sekitarnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here