Media penyiaran Israel mengumumkan pada Kamis malam (4/12) bahwa Yasser Abu Syabab, pemimpin kelompok bersenjata yang bekerja sama dengan militer Israel, tewas di Kota Rafah, Gaza selatan.
Pada jam-jam pertama setelah peristiwa itu, beredar beragam informasi soal bagaimana Abu Syabab tewas. Ada dugaan bahwa ia dieksekusi oleh pejuang Palestina melalui infiltrasi ke dalam kelompoknya, atau tewas dalam kontak senjata dengan pejuang yang bersembunyi di terowongan Rafah. Ada pula kemungkinan ia dilenyapkan oleh anggota kabilahnya sendiri karena keterlibatannya dengan Israel, atau akibat perselisihan internal di dalam kelompok kriminal yang ia pimpin.
Terlepas dari skenario yang berbeda-beda, kematian Abu Syabab kembali membuka berkas panjang pelanggaran yang dituduh dilakukan kelompoknya terhadap warga Gaza di bawah perlindungan militer Israel. Catatan inilah yang menjadikannya target utama kelompok perlawanan dan aparat keamanan Gaza.
Target Perlawanan
Seorang sumber keamanan di Gaza mengungkapkan bahwa aparat keamanan dan perlawanan telah menempatkan kelompok kriminal yang dipimpin Abu Syabab sebagai target prioritas. Kelompok itu disebut terlibat dalam serangkaian tindak kejahatan: pemalakan jalanan, penculikan tokoh masyarakat—termasuk dokter Marwan Al-Hams dan putrinya, perawat Tasnim—serta kerja sama keamanan langsung dengan militer Israel.
Sumber tersebut menyebut daftar pelanggaran kelompok Abu Syabab meliputi:
- pembunuhan berencana dan upaya pembunuhan,
- penculikan dan menyerahkan warga kepada Israel,
- kerja sama intelijen dengan militer Israel,
- perampokan bersenjata dan pencurian bantuan,
- menebar teror di tengah warga dan pengungsi,
- pengrusakan properti publik dan pribadi,
- perdagangan senjata dan narkoba.
Menurut sumber itu, tewasnya Abu Syabab merupakan bagian dari upaya sistematis untuk menindak siapa pun yang bekerja sama dengan Israel dan mengancam keamanan internal Gaza. Seluruh proses, katanya, dilakukan sesuai hukum dan bertujuan melindungi masyarakat dari kekacauan.
Operasi Keamanan Pasca Gencatan Senjata
Ia menjelaskan bahwa sejak gencatan senjata berlaku, aparat keamanan Gaza meluncurkan operasi besar untuk menertibkan kondisi internal setelah berbulan-bulan serangan Israel yang membuka celah bagi kelompok kriminal. Serangkaian operasi presisi dilakukan untuk memburu jaringan kriminal paling berbahaya; salah satu operasi di Gaza City berhasil menumpas beberapa kelompok besar sekaligus.
Sumber tersebut juga mengungkapkan bahwa dalam beberapa pekan terakhir, perlawanan hampir mengeksekusi operasi terhadap agen Israel lain, Hussam Al-Astal. Eksekusi itu dibatalkan pada detik-detik terakhir karena kondisi lapangan yang berbahaya.
Ia menegaskan kembali bahwa “semua kepala kolaborator akan ditindak”, dan bahwa operasi ini akan berlanjut hingga seluruh jaringan yang bekerja dengan Israel dibongkar.
Infiltrasi dan Penetrasi Jaringan
Sumber itu mengindikasikan bahwa detail mengenai kematian Abu Syabab akan diungkap pada waktu yang tepat, sesuai kebutuhan penyelidikan. Ia juga menyebut bahwa aparat keamanan sebelumnya berhasil melakukan infiltrasi ganda terhadap beberapa kelompok kriminal, memungkinkan pemantauan pergerakan mereka secara langsung.
Ia menambahkan bahwa operasi terhadap jaringan kolaborator tidak akan dihentikan hingga seluruh berkas ditutup tuntas, demi menjaga ketertiban dan melindungi masyarakat dari ancaman internal.
Versi Israel: Perselisihan Internal
Di sisi lain, harian Israel Yedioth Ahronoth mengutip sumber keamanan yang menyebut Abu Syabab kemungkinan tewas akibat pemukulan dalam konflik internal dengan anggota kelompoknya sendiri, bukan oleh pejuang Hamas. Kanal 14 Israel dan Radio Militer Israel memuat narasi serupa.
Abu Syabab, lahir pada Februari 1990, pernah ditahan aparat keamanan Gaza sejak 2015 atas kasus narkoba dan divonis 25 tahun penjara. Setelah perang Israel di Gaza pecah pada 7 Oktober 2023, ia melarikan diri dari Penjara Asdaa di Khan Younis akibat serangan intensif Israel. Sejak itu, ia kembali menjalin hubungan dengan militer Israel dan dibina untuk memimpin kelompok kriminal guna mengganggu stabilitas keamanan Gaza.
“Gagal Menjalankan Misi”
Pengamat politik Palestina, Wissam Afifeh, menilai kematian Abu Syabab membuka sejumlah kemungkinan: eksekusi oleh perlawanan, konflik antar-kabilah, perebutan kekuasaan internal, atau bagian dari strategi Israel untuk “merombak” jaringan kriminal yang mereka bentuk sendiri di kawasan penyangga.
Menurut analisisnya, Israel mungkin tengah mencari figur baru yang lebih dapat dikendalikan untuk proyek pembentukan milisi lokal.
“Hamas Tetap Hadir”
Sementara itu, editor urusan Palestina di Channel 12 Israel, Elyor Levy, menyatakan bahwa tewasnya Abu Syabab justru membuktikan sesuatu yang selama ini berusaha dinegasikan oleh Israel: Hamas tetap hadir, bahkan di wilayah yang kini berada dalam kontrol militer Israel seperti Rafah.
Levy menilai kaburnya narasi Israel terkait siapa pelaku pembunuhan dimaksudkan agar kelompok kriminal lain tak panik atau berbalik melawan mereka. Namun fakta bahwa peristiwa itu terjadi di area kendali militer Israel, katanya, “mengungkap seluruh ceritanya”.
Levy menyimpulkan bahwa Israel tidak dapat lagi mengandalkan kelompok kriminal bersenjata untuk menjalankan agenda mereka menghadapi Hamas. “Metode itu gagal dulu, dan akan gagal lagi sekarang,” ujarnya.
Sumber: Al Jazeera










