Sejumlah media global menyoroti krisis kemanusiaan yang terus menghimpit Gaza meski gencatan senjata telah disepakati, serta tekanan politik yang kini mengarah pada Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dari pemerintahan Amerika Serikat.
The New York Times melaporkan bahwa jeda tembak memang meredakan sebagian urgensi krisis, namun para pekerja kemanusiaan memperingatkan kebutuhan warga Gaza masih sangat besar. Pembatasan Israel terhadap operasi bantuan tetap berlangsung dan menghambat distribusi kebutuhan dasar.
Caroline Seguin, pejabat Doctors Without Borders, mengatakan kondisi hidup warga Gaza “masih sangat buruk”. Banyak keluarga Palestina bertahan di tenda-tenda darurat tanpa air bersih, tanpa listrik, dikelilingi tumpukan sampah dan limpahan air limbah yang mengalir di sekitar tempat tinggal mereka.
Masih menurut NYT, Bank Dunia memperkirakan biaya rekonstruksi Gaza melampaui 70 miliar dolar, angka yang menggambarkan betapa dalamnya kerusakan yang ditinggalkan perang.
Di National Interest, penulis Shalom Lipner menyoroti tekanan baru yang dihadapi Netanyahu akibat kebijakan Presiden AS Donald Trump terkait Gaza. Israel, tulisnya, menolak beberapa poin dalam rancangan proposal “kekuatan internasional untuk stabilisasi” yang dibahas di lingkaran terbatas Dewan Keamanan PBB.
Menurut Lipner, langkah Trump menuju kesepakatan permanen di Gaza serta dorongan normalisasi yang lebih luas dengan negara-negara Arab mungkin saja membawa stabilitas jangka panjang bagi Israel. Namun, bagi pemerintahan Netanyahu, arah baru ini bisa menjadi “pukulan telak” bagi kelangsungan kekuasaannya.
Sementara itu, Le Monde menyoroti keputusan Presiden Prancis Emmanuel Macron untuk mencabut larangan terhadap perusahaan Israel yang hendak ikut serta dalam pameran keamanan Milipol Paris pada 18 bulan ini. Langkah itu membalikkan kebijakan Prancis tahun sebelumnya, yang melarang partisipasi perusahaan Israel yang terlibat dalam perang Gaza.
Sumber-sumber Prancis yang dikutip Le Monde menyatakan bahwa Macron ingin membuka kembali ruang dialog dengan Israel, sebuah sinyal diplomatik untuk meredakan ketegangan antara kedua pihak.
Sumber: Al Jazeera










